MUHAMMADIYAH bukanlah organisasi yang anti terhadap partai politik (parpol), sebab anti parpol itu berarti salah satu tanda anti demokrasi. Itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas pada sambutannya dalam Regional Meeting LHKP se-Jawa di Malang (17/5).
”Muhammadiyah, meski bukan parpol dan Insya Allah tidak akan menjadi parpol, tapi dalam praktiknya sangat demokratis dan melakukan demokratisasi,” jelas mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Busyro menambahkan, meski Muhammadiyah bukanlah parpol, tetapi tidak anti parpol sama sekali. ”Sebab anti parpol itu berarti salah satu pertanda anti terhadap demokrasi,” kata Busyro.
Menurut mantan ketua Komisi Yudisial tersebut, itu juga dibuktikan secara historis, bahwa KH Faqih Usman, yang merupakan tokoh Muhammadiyah sekaligus Ketua Majelis Hikmah (yang sekarang menjadi LHKP) berandil besar dalam mendirikan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi).
”Dulu KH Faqih Usman berandil besar dalam pendirian Parmusi, bahkan Ketua Umum pertamanya juga orang Muhammadiyah,” terang Busyro.
Lebih lanjut, Busyro menyampaikan pentingnya mengapa kader-kader Muhammadiyah harus ikut pula berdiaspora ke sektor politik praktis. Sebab, banyaknya mafia peradilan, mafia hukum, hingga mafia sumber daya alam (SDA).
Dia menambahkan, Muhammadiyah dengan ratusan Perguruan Tingginya, menjadi modal penting untuk melakukan riset dan survei terkait hal tersebut. ”Saya mengapresiasi adanya divisi data dan survei di LHKP PWM Jatim. Harapannya, bukan hanya survei terkait elektoral yang nantinya akan dilakukan, tetapi juga terkait kebijakan publik dan hajat hidup orang banyak, terkait mafia-mafia SDA dan sebagainya ini,” jelasnya.
Sebab itu, Busyro mengharap agar Muhammadiyah mampu untuk semakin memperkuat jati dirinya sebagai salah satu kekuatan besar dari unsur masyarakat sipil. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto