30.8 C
Malang
Selasa, Oktober 22, 2024
OpiniCita-cita Abadi Bernegara

Cita-cita Abadi Bernegara

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto berpidato usai pelantikan sebagai Presiden RI 2024-2029 di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto:Youtube DPR RI

MAKLUMAT — Indonesia merdeka untuk jadi negara yang kuat dan terhormat. Menjadi negara yang disegani karena rakyatnya hidup sejahtera. Rakyatnya adil dan makmur. Rakyatnya hidup tanpa penindasan. Rakyatnya bahagia dari Sabang sampai Merauke.

Bernegara untuk Kemajuan dan Kemakmuran

Keputusan saya untuk masuk ke dunia politik berangkat dari sebuah kesadaran. Sebuah kesadaran yang saya dapatkan dari mempelajari sejarah bangsa Indonesia dan bangsa bangsa lain.

Dari diskusi saya dengan ratusan pakar ekonomi, pelaku usaha, dan negarawan dari Indonesia dan mancanegara. Juga dari pengalaman saya puluhan tahun mengabdi sebagai prajurit dan sebagai pengusaha.

Kesadaran yang saya maksud, pertama, adalah kesadaran bahwa sistem ekonomi dan politik yang dipilih oleh para Pendiri Bangsa kita, yaitu sistem ekonomi dan demokrasi Pancasila, atau sistem ekonomi Pancasila, sebenarnya adalah pilihan yang terbaik untuk membangun Indonesia dan mencapai cita-cita kemerdekaan kita.

Kedua, bahwa sistem ekonomi yang sekarang dijalankan oleh negara kita tidak sesuai dari apa yang digariskan dalam UUD 1945 yang asli. UUD 1945 versi 18 Agustus 1945.

Ketiga,  bahwa tidak mungkin saya bisa berhasil mengembalikan haluan ekonomi negara tanpa perjuangan politik. Oleh karena itu, pada tahun 2008 saya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya. Partai GERINDRA.

Pada tahun 2012, saya mendapatkan mandat dari Partai GERINDRA untuk maju jadi Calon Presiden Republik Indonesia di Pemilu 2014. Walaupun tidak dinyatakan sebagai pemenang, saya mendapatkan dukungan dari setidaknya 62 juta rakyat Indonesia yang ikut memilih.

Pada tahun 2018, saya kembali mendapatkan mandat dari Partai GERINDRA untuk maju jadi Calon Presiden Republik Indonesia di Pemilu 2019. Walaupun tidak dinyatakan sebagai pemenang, saya mendapatkan dukungan dari setidaknya 68 juta rakyat Indonesia yang ikut memilih.

Partai GERINDRA, walaupun baru berdiri tahun 2008, juga mendapatkan suara terbanyak kedua di Pemilu Legislatif 2019. Karena itu saya menulis buku ini. Saya ingin ada lebih banyak warga negara Indonesia yang mengetahui, di mana Indonesia sebagai negara dan sebagai bangsa saat ini berada – dan bagaimana sepatutnya Indonesia kedepannya.

Saya percaya, dukungan yang pernah saya dan Partai GERINDRA terima dalam Pemilihan Umum yang saya ikuti adalah karena visi, misi dan program kerja yang saya tawarkan kepada segenap bangsa Indonesia. Karena gagasan yang saya sampaikan.

Sebagai seorang pejuang politik, adalah sebuah kehormatan bagi saya untuk memperjuangkan Indonesia yang adil dan makmur. Indonesia yang seperti dicita-citakan oleh Para Pendiri Bangsa kita. Cita-cita yang mendorong Para Pendiri Bangsa untuk berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Deklarasi kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945 adalah jembatan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Namun, seperti saudara dapat lihat dan rasakan sendiri, setelah 78 tahun merdeka, keadilan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia belum tercapai.

Saya  mengatakan  demikian  karena  saya  selalu memperhatikan angka-angka yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan politik kita. Saat ini, anggaran negara kita jau dari ideal. Pendapatan pajak kita relatif terhadap kegiatan ekonomi atau rasio pajak kita sangat rendah, di bawah 10%.

Selain anggaran yang terlalu sedikit untuk menjalankan semua yang perlu kita lakukan, secara ekonomi kita sudah sulit berdiri di atas kaki kita sendiri. Terbatasnya APBN kita mengurangi kemampuan negara untuk membiayai program-program kesejahteraan rakyat.

Padahal, pembangunan manusia haruslah menjadi prioritas utama bagi sebuah negara. Negara harus menjamin setiap warga negara bisa memiliki pendidikan yang baik, bisa hidup di lingkungan yang baik, bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, juga bisa bekerja  untuk  memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Selain itu, negara juga harus hadir untuk memastikan tersedianya kesempatan bagi setiap warga untuk berwirausaha, baik secara kolektif atau berkoperasi ataupun secara sendiri-sendiri.

Kejar Kemajuan Infrastruktur

Adalah benar, kita perlu mengejar kemajuan infrastruktur negara lain. Kita juga perlu mengejar keberhasilan negara lain dalam menyejahterakan rakyat, dan dalam memperbaiki ketimpangan pendapatan. Kita harus bisa seperti Tiongkok yang menyelesaikan masalah kemiskinan akut sehingga tercapai milestone angka 0% kemiskinan di 100 tahun Partai Komunis Tiongkok, pada tahun 2021 lalu.

Kalau negara harus menentukan prioritas pembangunan, mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki ketimpangan haruslah menjadi program kerja utama, yang diikuti dengan mengejar kemajuan infrastruktur.

Sebaik apapun niatnya, sebuah perjuangan politik tidak akan berhasil jika tidak dilakukan secara kolektif. Perjuangan kolektif yang dilakukan secara bersama dengan orang-oran yang sama-sama sadar dan memiliki tujuan yang sama jau lebih baik dari berjuang sendiri-sendiri. Karena itu saya memutuskan untuk bergabung di Kabinet Indonesia Maju bersama mantan pesaing saya di Pemilu 2019, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’aruf Amin.

Setelah kami berproses sekian lama, Presiden Jokowi kini memiliki kesamaan pandangan dengan saya, dan atas dasar kesamaan itu kita sama-sama bertekad untuk berjuang secara kolektif mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa.

Apakah kita saat ini berada di jalan yang benar? Menurut saya kita sekarang sudah mengarah ke jalan yang benar, namun perjalanan kita masih panjang. Perjuangan ini juga tidak akan selesai hanya di masa pemerintahan ini, dan juga di masa pemerintahan berikutnya.

Karena perjuangan yang harus kita tempuh masih panjan saya berusaha untuk menyadarkan sebanyak-banyaknya warga negara Indonesia akan tantangan bangsa dan negara kita.

Itulah sebabnya diperlukan pendidikan politik. Hany dengan pendidikan politik dapat terwujud suatu kesadaran bersama. Dengan kesadaran bersama, kita dapat turut serta dalam perjuangan besar dan perjuangan panjang mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia: Rakyat yang adil dan makmur.

Saudara-saudara sekalian. Perjuangan kita untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bukanlah suatu perjuangan yang mudah. Dalam perjalanan, kita harus melawan neo kolonialisme, melawan sistim kapitalisme global dan para bonekanya.

Kita harus melawan mereka-mereka yang ingin Indonesia selalu lemah, Indonesia yang selalu tergantung barang dan jasa yang mereka hasilkan. Kita harus melawan mereka mereka yang melemahkan pertanian kita, dan juga industri pengolahan dan industri dasar kita.

Capaian Kita Sampai Hari Ini

Kalau kita mau tahu apakah pencapaian ekonomi kita selama 30 tahun terakhir sudah baik atau belum, kita harus bandingkan dengan pencapaian ekonomi negara lain. Misalkan, kita bisa bandingkan pencapaian kita dengan Tiongkok, dan negara tetangga kita Singapura.

Perbedaan besar aktivitas ekonomi atau pendapatan domestik bruto (PDB) Tiongkok, pada periode 30 tahun sejak 1985 sampai 2019, adalah 46 kali lipat. Pada tahun 1985, PDB Tiongkok adalah USD 309 miliar – angka ini naik ke USD 14,3 triliun di tahun 2019.

Sebagai perbandingkan, dalam periode yang sama, besar ekonomi Singapura tumbuh 19,5 kali lipat. Besar aktivitas ekonomi Indonesia hanya tumbuh 13 kali lipat. Bagaimanakah caranya, ekonomi Tiongkok yang pada tahun 1985 hanya 3,6 kali lebih besar dari ekonomi Indonesia, tumbuh begitu pesat sehingga 30 tahun kemudian ekonomi Tiongkok bisa 12,8 kali lebih besar dari ekonomi Indonesia?

Menurut kajian banyak ahli ekonomi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa begitu cepat karena Tiongkok secara sungguh sungguh mengimplementasikan prinsip-prinsip state capitalism, atau kapitalisme negara.

Artinya, seluruh cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan seluruh sumber daya alam dikuasai oleh negara.  Di Tiongkok, pengelolaan cabang-cabang produksi penting dan sumber daya alam dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Tiongkok menjadikan BUMN sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi negaranya. Saat ini ada lebih dari 150.000 BUMN di Tiongkok, yang dmiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tiongkok. 82 BUMN Tiongkok ada di daftar Fortune Global 500 perusahaan terbesar dunia – dari total 143 perusahaan Tiongkok di daftar Fortune Global 500.

Sebagai contoh, pada  tahun 1984 Tiongkok mendirikan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC). Sekarang ICBC adalah bank terbesar di dunia dan mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Tiongkok.

Sementara itu, kita, walaupun bunyi dari Pasal 33 UUD 1945 hampir sama dengan prinsip kapitalisme negara ala Tiongkok, dalam mengelola cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan sumber daya alam di Indonenesia, kita malah banyak menyerahkan pengelolaan ekonomi kita ke mekanisme pasar.

Dengan kata lain, kita tidak  secara sungguh-sungguh menjalankan Pasal 33 UUD 1945, sementara Tiongkok menjalankannya.  Inilah sebabnya saya mengatakan, haluan ekonomi kita saat ini belum tepat.

Pengelolaan ekonomi Indonesia belum sesuai dengan amanat sistim ekonomi negara di Pasal 33. Malah,  saat ini kita terperangkap dalam sistim ekonomi oligarki – baik di tingkat nasional dan juga di tingkat daerah. Dalam sistim oligarki, perekonomian negara dikuasai oleh segelintir orang-orang super kaya.

Mereka sering juga disebut sebagai ‘para oligark’. Dengan uang, mereka memiliki kekuasaaan yang berlebih. Kekuasaan mereka banyak menentukan kehidupan ekonomi dan politik dari bangsa kita.

Mereka bisa pesan kebijakan dan menentukan siapa-siapa saja yang boleh impor gula, daging, beras, jagung dan komoditas lainnya. Mereka juga bisa menentukan siapa-siapa saja yang jadi pemimpin karena mereka punya kemampuan untuk jadi penyandang dana utama dalam kampanye politik.

Ekonomi diatur oleh beberapa orang super kaya, bukan oleh negara.  Hal ini mungkin karena 1% orang terkaya Indonesia menguasai 36% kekayaan Indonesia. 10% orang terkaya Indonesia menguasai 66% kekayaan Indonesia.

Menurut riset Credit Suisse, total kekayaan orang Indonesia ditaksir USD 3,2 triliun – sekitar Rp 44.800 triliun.  Artinya 1% populasi terkaya Indonesia sekitar 2,7 juta orang saja menguasai USD 1,2 triliun1 – sekitar Rp. 16.800 triliun. Ini kekuatan uang yang besar.

Negara kita kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kita sebenarnya bisa menjadi negara kelas atas. Seluruh rakyat Indonesia bisa hidup sejahtera, bebas dari kemiskinan, kelaparan dan kebodohan. Sesungguhnya, inilah tujuan kita merdeka. Inilah tujuan kita bernegara. Untu menjadi negara sejahtera.

Namun untuk mencapai tujuan itu, kita perlu mengelola kekayaan negara kita dengan baik. Pengelolaan kekayaan negara adalah keputusan politik, baik itu di tingkat daerah atau di tingkat nasional. Keputusan keputusan politik yang keliru akan membuat rakyat kita semakin miskin

Sebaliknya, keputusan-keputusan politik yang tepat akan membuat rakyat kita semakin sejahtera. Karena inilah saya berpolitik. Kalau saya anggap negara kita sudah tidak ada potensi lagi, sudah tidak ada harapan untuk menjadi sejahtera, mungkin saya tidak berpolitik.

Sejak pensiun dari Tentara Nasional Indonesia, saya semacam geregetan. Saya melihat Indonesia begitu kaya, Indonesia begitu banyak potensi. Indonesia hanya perlu punya da melaksanakan dengan konsekuen strategi yang benar, manajemen yang baik, dan pemerintahan yang bersih.

Dengan tiga hal ini negara kita bisa cepat bangkit dan mencapai cita-cita kemerdekaan.

 

*) Penulis: Presiden RI  Prabowo Subianto

*) Artikel ini diambil dari Buku Strategi Transforrmasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045, Karya Prabowo Subianto

*Credit Suisse Global Wealth Databook, 2021 – Tabel 4.5 dan Tabel 4.6

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer