Darurat Ekonomi: Pasar Kerja Tak ramah Gen Z

Darurat Ekonomi: Pasar Kerja Tak ramah Gen Z

MAKLUMAT — Data kemiskinan versi Bank Dunia pada tahun 2024 mencatat bahwa sekitar 68,2% penduduk Indonesia (sekitar 194 juta jiwa) masih tergolong miskin (2024). Angka ini jauh lebih tinggi dibanding data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut 8,57% atau sekitar 24,06 juta orang penduduk miskin per September 2024.

Kondisi ini diperparah dengan adanya gelombang PHK massal di tahun 2025 menjadi sinyal keras bahwa kondisi ekonomi nasional sedang tidak baik-baik saja. Berdasarkan laporan Kompas (20/05/2025), sebanyak 26.455 pekerja terkena PHK januari hingga Mei 2025, angka yang mencerminkan guncangan serius di sektor ketenagakerjaan.

Selain itu, data BPS Februari 2025 mencatat terdapat 7,28 juta orang menganggur, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,76%. Di antara kelompok yang paling terdampak adalah generasi muda, khususnya Gen Z, yang tengah berjuang mencari pijakan di pasar kerja.

Melihat data data di atas Kemiskinan meningkat, PHK di mana-mana, dan angka pengangguran yang tinggi, siapa yang paling kena dampaknya? Gen Z. Mereka tumbuh di era digital, tapi justru kesulitan menembus dunia kerja. Lalu, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu ini, apa yang bisa Gen Z lakukan untuk bertahan dan bangkit?

Gen Z dalam Sorotan: Mengapa Sulit Menemukan Pekerjaan?

Laporan Antara (27/10/2024) memperkuat gambaran sulitnya Gen Z mencari pekerjaan. Dari survei terhadap hampir 1.000 manajer HRD, ditemukan bahwa 1 dari 6 perusahaan enggan merekrut Gen Z. Alasannya cukup menyentil: mereka dianggap mudah tersinggung, kurang tahan kritik, serta belum memiliki etos kerja dan kemampuan komunikasi yang matang. Ditambah lagi, jurang antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan industri membuat para lulusan muda ini tak siap bersaing. Meskipun dikenal melek teknologi, Gen Z masih dinilai lemah dalam hal interaksi profesional, kedisiplinan, dan konsistensi kerja. Kondisi ini patut menjadi bahan refleksi bersama.

Baca Juga  Strategi Inovatif Atasi Pengangguran Gen Z di Jatim

Di satu sisi, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya generasi muda. Mereka lahir di tengah dinamika sosial digital yang cepat dan dunia pendidikan yang kadang tidak responsif terhadap kebutuhan industri. Namun di sisi lain, perusahaan pun punya standar profesional yang harus dipenuhi. Maka, jurang ini harus dijembatani baik oleh lembaga pendidikan, pemerintah, maupun inisiatif personal dari para mahasiswa itu sendiri.

Refleksi Bagi Mahasiswa

Benarkah generasi Z memang sulit mendapatkan pekerjaan, ataukah ada sesuatu yang belum disadari dari pola kesiapan mereka? Fenomena ini bukan sekadar soal jumlah lowongan kerja yang terbatas, tapi juga persoalan kesiapan mental, keterampilan, dan ekspektasi yang sering kali tidak sejalan dengan realitas pasar kerja. Banyak dari Gen Z lebih fokus pada nilai dan selembar kertas selama kuliah, namun kurang membangun networking, pengetahuan, dan pengalaman kerja nyata. Bisa melalui aktif organisasi, volunteer kegiatan sosial, EO, magang atau pekerjaan paruh waktu. Akibatnya, mereka kesulitan menunjukkan keterampilan dasar seperti komunikasi, etika kerja, dan kemampuan bekerja dalam tim. hal-hal yang justru sangat dibutuhkan di dunia kerja.

Dalam laporan Antara dosen, Holly Schroth mengatakan beberapa faktor utama yang membuat Gen Z kesulitan bersaing di pasar kerja antara lain: (1) kurangnya keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri, (2) ketatnya persaingan di posisi entry-level, (3) minimnya pengalaman kerja, dan (4) ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap gaji dan lingkungan kerja. Di sisi lain, harapan Gen Z terhadap fleksibilitas kerja, gaji besar, dan posisi prestisius sering kali tidak sesuai dengan realitas awal karier.

Baca Juga  Hari Lahir Pancasila: Kembali ke Akar, Berani Berbenah

Oleh karena itu, solusi perlu ditempuh dari dua arah. Kampus dan dunia industri harus lebih aktif membuka peluang pelatihan kerja, memperluas akses magang, dan membekali mahasiswa dengan soft skill sejak dini. Menurut saya sebagai mahasiswa yang mau wisuda Gen Z juga perlu menyesuaikan ekspektasi dan mulai membangun portofolio pengalaman sejak awal, termasuk lewat kerja sambilan atau keterampilan. Jika tidak dibenahi bersama, angka pengangguran di kalangan muda akan terus meningkat.

Jadi, apakah kita akan menunggu sistem berubah sendiri, atau mulai bergerak dari sekarang?

*) Penulis: Ababil Firdaus Ramadhan
Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan Koorkom IMM UINSA Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *