DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mendorong diaspora kader Muhammadiyah di ranah-ranah kebangsaan, dalam misi menyelamatkan demokrasi Indonesia.
Menurut dia, demokrasi Indonesia tidak boleh dibiarkan didominasi hingga seolah diakuisisi atau dimiliki oleh politisi-politisi yang miskin adab dan miskin gagasan, yang tidak memiliki visi.
“Demokrasi Indonesia tidak boleh dibiarkan diakuisisi oleh politisi yang miskin adab dan pikiran. Salah satu misi penyelamatan demokrasi saat ini adalah menggalakkan pendiasporaan kader di sektor kebangsaan,” kata Neni ketika dikonfirmasi Maklumat.id, Selasa (3/10/2023).
Neni berpendapat, sudah saatnya bagi Muhammadiyah untuk lebih concern ‘menggarap’ bidang politik, sehingga tidak lagi dianggap sebagai —meminjam istilah Buya Ahmad Syafii Maarif— yatim piatu politik.
Perempuan asal Bandung, Jawa Barat itu mendorong para kader Muhammadiyah, terutama kader-kader muda, misalnya seperti yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) untuk berdiaspora ke ranah kebangsaan.
Namun, Neni berpesan, agar pendistribusian dan pendiasporaan kader-kader persyarikatan di ranah tersebut tetap berlandaskan pada dorongan ideologis, bukan pada kepentingan pragmatis yang justru akan mendestruksi demokrasi.
“Kader IMM yang terlibat pada pendiasporaan kebangsaan harus memiliki dorongan ideologis untuk memperbaiki kualitas demokrasi,” tegas Neni.
“Bukan dorongan pragmatis yang justru ikut terlibat dalam kerusakan iklim demokrasi,” pungkas perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah itu. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto