DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati sangat menyayangkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024 terkait pengujian Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.9 Tahun 2020 yang dimohonkan oleh Partai Garuda tentang persyaratan calon kepala daerah.
“Pertama, putusan MA ini menjadi preseden buruk dalam demokrasi dan sarat kepentingan politis. Atas nama kesetaraan dan keterwakilan anak muda memperalat dan mengakali konstitusi, padahal jelas putusan MA ini hanya akan menguntungkan kandidat yang memiliki kekerabatan, kedekatan dengan oligarki dan politik dinasti,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Maklumat.id, Ahad (2/6/2024).
Kedua, DEEP sangat menyayangkan putusan MA yang cepat kilat dan menjadi tanda tanya publik sebab nyaris tidak ada keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas, sehingga wajar ketika ada dugaan untuk memuluskan jalan anaknya presiden, Kaesang Pangarep yang akan maju menjadi calon gubernur atau wakil gubernur. Kini peluang itu terbuka lebar tanpa ada hambatan aturan.
“Ketiga, DEEP mendesak kepada KPU untuk tidak menindaklanjuti putusan MA terkait dengan calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi sejak pelantikan pasangan calon,” jelas Neni.
“Begitu pun dengan calon bupati dan wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota syaratnya diubah dari berusia minimal 25 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon menjadi sejak dilantik, karena hal ini karena bertentangan dengan UU Pilkada,” imbuhnya.
Menurut Neni, KPU seharusnya konsisten dan imparsial. Sebab, kata dia, tahapan pendaftaran pencalonan perseorangan sudah selesai dan sedang memasuki proses verifikasi administrasi.
“Jika KPU menindaklanjuti putusan MA, hal ini berarti KPU tidak inkonsisten, terjebak pada kepentingan politik pragmatis jangka pendek dan menggadaikan integritas serta mencederai demokrasi,” terang perempuan asal Bandung, Jawa Barat tersebut.
Keempat, Neni menyebut, DEEP Indonesia meminta kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal seluruh tahapan proses penyelenggaraan pilkada agar bisa terlaksana jujur dan adil.
Seperti diketahui, sebelumnya Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana, dkk mempersoalkan Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU No 9/2020, yang berbunyi: ‘berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima tahun) untuk calon Bupati dan Wakil Bupati atau calon Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon’.
Dalam kurun waktu tiga hari, MA membuat keputusan yang diproses tanggal 27 Mei dan diputus pada tanggal 29 Mei 2024. MA sependapat dengan dalil pemohon yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Melalui itu, MA mengubah ketentuan dari yang semula calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon menjadi sejak pelantikan pasangan calon.
Begitu pun dengan calon bupati (cabup) dan wakil bupati (wabup) serta calon wali kota (cawali) dan calon wakil wali kota (cawawali), syaratnya diubah dari berusia minimal 25 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon menjadi sejak dilantik.
Berdasarkan putusan tersebut, MA lantas memerintahkan agar KPU mencabut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU No 9/2020 tersebut.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto