MAKLUMAT — Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA) mendesak pemerintah pusat untuk segera membuka dan mempermudah akses perizinan bagi masuknya bantuan internasional guna mempercepat penanganan darurat bencana yang saat ini melanda sejumlah wilayah di Aceh. Desakan tersebut disampaikan menyusul semakin beratnya kondisi di lapangan akibat keterbatasan logistik serta sulitnya akses transportasi menuju daerah terdampak.
Juru Bicara (Jubir) JARA, Rizki Maulizar, menegaskan bahwa percepatan birokrasi menjadi sangat krusial agar bantuan dari luar negeri, baik berupa logistik maupun dukungan operasional, dapat segera menjangkau masyarakat yang masih terisolir.
“Kondisi banjir di Aceh Khususnya sudah berada di titik yang tidak lagi dapat dijelaskan sebagai bencana biasa,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima Maklumat.id, Selasa (16/12/2025).
Ia menambahkan, data dan fakta di lapangan menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi kali ini dinilai lebih merata dibandingkan dengan bencana tsunami yang melanda Tanah Gayo itu pada tahun 2006 silam.
“Data dan fakta di lapangan sangat jelas menunjukkan tingkat kerusakan kali ini lebih merata dibandingkan dengan bencana tsunami yang melanda Aceh dan Sri Lanka pada Tahun 2006 silam,” sorotnya.
Akibat bencana tersebut, berbagai sektor pelayanan dasar dilaporkan lumpuh. Ribuan keluarga masih terisolasi, sejumlah ruas jalan nasional terputus, serta infrastruktur vital mengalami kerusakan parah. Kondisi ini, kata Rizki, diperburuk dengan tersendatnya distribusi bantuan karena akses penghubung, jaringan telekomunikasi, dan pasokan listrik yang belum sepenuhnya pulih.
Melihat urgensi situasi tersebut, Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA) menilai dukungan pemerintah pusat sangat dibutuhkan, khususnya dalam bentuk percepatan izin masuk bantuan internasional, termasuk bagi pesawat pengangkut logistik dan lembaga kemanusiaan global.
Menurutnya, pengalaman pada bencana sebelumnya menunjukkan bahwa keberadaan angkutan udara internasional mampu mempercepat distribusi logistik secara signifikan ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.
“Kita juga berharap proses administrasi di bandara, pelabuhan, dan titik masuk lainnya dapat disederhanakan tanpa mengabaikan standar keselamatan, sehingga respons kemanusiaan dapat berlangsung lebih efektif dan tepat waktu,” pungkas Rizki.