Dosen UM Surabaya Dukung Penertiban Jukir Liar, Bila Ganggu Hak Konsumen

Dosen UM Surabaya Dukung Penertiban Jukir Liar, Bila Ganggu Hak Konsumen

MAKLUMAT – Langkah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menertibkan juru parkir liar (jukir liar) menyita perhatian publik. Salah satu video yang memperlihatkan penyegelan halaman parkir sebuah minimarket viral di media sosial. Di video itu, Eri menindak pelaku usaha yang ditengarai membiarkan praktik jukir liar beroperasi.

Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Achmad Hariri, menilai tindakan itu sebagai bentuk pencegahan agar pelanggaran serupa tidak terulang. Menurut Hariri, pemerintah daerah memang memiliki kewenangan untuk menjaga ketertiban umum, termasuk melindungi konsumen dari praktik pungutan liar.

“Penyegelan atau peringatan keras terhadap pelaku usaha merupakan langkah preventif yang sah secara hukum,” ujar Hariri, Jumat (13/6/2025).

Ia menyebut kehadiran jukir liar tanpa regulasi memicu ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Praktik pungutan liar di ruang publik, lanjutnya, melanggar undang-undang KUHP Pasal 368, dengan sangkaan pemerasan.

Perlunya Perlindungan Hak Konsumen

Dari perspektif perlindungan konsumen, Hariri menekankan pentingnya keamanan dan kenyamanan saat masyarakat menggunakan fasilitas publik. “Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengguna jasa berhak atas kepastian dan rasa aman, termasuk saat memarkirkan kendaraannya di toko modern,” katanya.

Ia menilai langkah Eri Cahyadi sebagai bentuk penegakan hukum administratif yang masih dalam batas kewajaran. Tindakan itu, menurutnya, sejalan dengan semangat otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.

Baca Juga  Alhamdulillah, Universitas Muhammadiyah Surabaya Raih Akreditasi Unggul: Langkah Menuju World Class University

Hariri mengkritisi praktik pelaku usaha yang menyewakan lahan parkir kepada pedagang atau pihak ketiga tanpa izin resmi. Menurutnya, praktik itu masuk kategori pengalihan fungsi lahan tanpa izin, dan berpotensi melanggar aturan perizinan bangunan serta tata ruang.

“Kalau terbukti pengelolaan lahan parkir tanpa pelaporan pajak, maka (praktik ini) masuk kategori dugaan penggelapan pajak daerah,” ujarnya.

Penegakkan Perda dan Kepastian Hukum

Ia juga menyoroti pelanggaran yang terjadi ketika toko modern tidak menyediakan petugas parkir resmi. Terlebih jika mereka justru menyerahkan lahan parkir kepada pihak ketiga, termasuk pedagang kaki lima, tanpa regulasi. Menurut Hariri, tindakan itu masuk kategori pelanggaran hukum administratif.

Hariri merujuk dua peraturan daerah yang relevan: Perda Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, yang mewajibkan penyedia fasilitas umum menyediakan lahan parkir sesuai kapasitas; serta Perda Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah, yang mengatur kewajiban pajak atas pemanfaatan lahan parkir untuk kepentingan komersial.

“Penertiban jukir liar oleh pemerintah kota bukan sekadar soal ketertiban fisik, tapi bagian dari memastikan penegakkan hukum dan mengembalikan hak-hak konsumen,” pungkas Hariri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *