MAKLUMAT – Dugaan korupsi Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan mencuat. Kali ini, Direktur InSID for Research and Humanity yang juga Ketua Pusat Studi Islam dan Pancasila (PuSIP), Dr. Sholikh Al Huda, M.Fil.I, mendesak agar mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, ikut dimintai pertanggungjawaban hukum dalam kasus ini.
“Digitalisasi pendidikan harusnya jadi terobosan, bukan justru jadi ladang korupsi. Kami mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan adil. Semua pihak yang terlibat harus diusut, termasuk pejabat puncak yang berwenang,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/6/2025).
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Kejagung melalui Tim Penyidik Jampidsus memeriksa enam saksi terkait pengadaan bantuan perangkat digital di Kemendikbudristek dalam rentang waktu 2019 hingga 2022.
Saksi yang Diperiksa
Dikutip dari laman Kejagung, enam orang yang diperiksa tersebut antara lain:
-
IP, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Bantuan.
-
SW, PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran di Direktorat Sekolah Dasar 2019–2021.
-
NN, PPK Pengadaan Bantuan TIK di Direktorat Jenderal PAUD, Dasar, dan Menengah (2021).
-
AF, Tim Teknis Analisis Kebutuhan TIK di jenjang SD dan SMP (2020).
-
SK, Tim Teknis TIK untuk SD dan SMP (2020).
-
IS, Tim Teknis TIK untuk SD dan SMP (2020).
Pemeriksaan para saksi dilakukan untuk melengkapi pemberkasan dan memperkuat alat bukti dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan proyek digitalisasi pendidikan nasional.
Fakta yang Harus Diungkap
Sejumlah fakta penting yang harus segera diungkap ke publik antara lain:
-
Mark-up harga dalam pengadaan perangkat Chromebook yang diduga jauh di atas harga pasar.
-
Keterlibatan vendor-vendor tertentu yang memiliki kedekatan dengan pengambil kebijakan di kementerian.
-
Ketidaksesuaian pelaksanaan program dengan kondisi riil di banyak sekolah, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
-
Lemahnya pengawasan internal yang membuka celah praktik korupsi secara sistematis.
Pihak akademisi dan masyarakat sipil menuntut agar proses hukum tidak tebang pilih. “Kita tidak ingin program strategis seperti digitalisasi pendidikan justru menjadi korban dari moral hazard para oknum birokrat dan pengusaha,” tambah Sholikh.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat berharap seluruh pihak yang bertanggung jawab dibawa ke meja hijau untuk menjamin keadilan dan menjaga integritas pengelolaan dana publik.***