23.5 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasGuru Honorer Ditahan karena Tuduhan Memukul Paha Anak Polisi

Guru Honorer Ditahan karena Tuduhan Memukul Paha Anak Polisi

Guru Honorer
Guru Honorer ditahan Kejaksaan Negeri Konawe Selatan akibat kasus dugaan pemukulan paha terhadap anak seorang anggota polisi. Foto/Ilustrasi: Canva

MAKLUMAT — Seorang guru honorer di SD Negeri 4 Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Supriyani, harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Dia ditahan atas diduga memukul paha salah satu muridnya yang kebetulan anak anggota Polsek Baito.

Kasus ini kian mendapat sorotan publik, terutama setelah muncul dugaan bahwa Supriyani dimintai uang damai sebesar Rp50 juta untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kejadian ini memicu perdebatan dan protes dari kalangan guru dan masyarakat. Kasus yang menimpa Supriyani bermula pada 26 April 2024. Saat itu, ia dilaporkan ke Polsek Baito karena diduga memukul seorang murid kelas 1A dengan gagang sapu hingga menyebabkan memar di bagian paha.

Namun, Supriyani membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa pada hari kejadian, ia mengajar di kelas 1B, bukan di kelas 1A seperti yang dilaporkan.

Kendati demikian, pihak kepolisian tetap meminta Supriyani untuk datang ke rumah orang tua murid dan meminta maaf. Meskipun didampingi oleh kepala sekolah, Supriani tetap menolak mengakui perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

Ditahan di Lapas Perempuan Kendari

Pada kesempatan tersebut, ia juga mengaku dimintai uang damai sebesar Rp50 juta. Karena tidak mampu membayar, Supriyani akhirnya ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan dititipkan di Lapas Perempuan Kendari.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo, mengecam keras penahanan tersebut. Menurutnya, kasus ini dipenuhi oleh banyak kejanggalan.

“Anak itu sebenarnya mengaku jatuh di sawah, tapi kasus ini diputar sedemikian rupa sehingga guru yang disalahkan. Ada kesan pemerasan dan kriminalisasi terhadap guru honorer ini,” tegas Abdul Halim dalam wawancara dengan Metro TV pada 23 Oktober 2024.

Ia juga menyoroti posisi guru honorer yang kerap kali berada dalam posisi lemah di tengah sistem hukum dan pendidikan. PGRI sendiri berkomitmen untuk mendampingi Supriani selama proses hukum berlangsung.

Kapolres Konawe Selatan, Febry Sam Laode, mengungkapkan bahwa pihak kepolisian telah melakukan mediasi berulang kali sejak kasus ini pertama kali dilaporkan pada April 2024. “Kami sudah memberikan ruang mediasi selama tiga bulan, namun tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak,” ujar Febry dilansir Kompas.com.

Polisi Bantah Lakukan Penahanan

Febry juga membantah adanya penahanan yang dilakukan oleh penyidik Polres Konawe Selatan. Menurutnya, penahanan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Andoolo setelah berkas perkara dilimpahkan. Ia juga menegaskan bahwa pihak keluarga korban tidak pernah meminta uang damai seperti yang disampaikan oleh Supriyani.

Menurut keterangan ibu korban, Nurfitriana, pada 25 April 2024, sekitar pukul 10.00 Wita, ia menemukan bekas luka di paha belakang anaknya. Saat ditanya, anaknya yang berinisial M awalnya mengatakan bahwa luka tersebut akibat terjatuh saat bermain dengan ayahnya di sawah.

Namun, setelah didesak lebih lanjut, M mengaku bahwa luka tersebut diakibatkan oleh pukulan dari gurunya, Supriani, menggunakan gagang sapu pada 24 April 2024.

Mediasi pertama dilakukan sehari setelah laporan dibuat, namun tidak menghasilkan kesepakatan. Supriyani membantah telah memukul korban, namun pihak keluarga korban tetap melanjutkan laporan polisi.

Kepala SD Negeri 4 Konawe Selatan, Sanaa Ali, menyatakan bahwa pihak sekolah sejak awal membantah adanya pemukulan yang dilakukan oleh Supriyani. Menurutnya, pada waktu kejadian, Supriyani sedang mengajar di kelas yang berbeda, sementara korban berada di kelas lain. “Kalau memang ada pemukulan, pasti akan ada keributan di sekolah. Namun, hal tersebut tidak terjadi,” ujar Sanaa.

Ia juga menambahkan bahwa Supriyani telah menjadi guru honorer sejak 2009 dan saat ini sedang dalam proses pendaftaran sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). “Kami berharap penahanan ini dapat ditangguhkan dan guru kami dibebaskan dari segala tuntutan,” pungkasnya.

 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer