Hafizhah Muda UM Surabaya: “Luangkan Waktu, Jangan Tunggu Waktu Luang”

Hafizhah Muda UM Surabaya: “Luangkan Waktu, Jangan Tunggu Waktu Luang”

MAKLUMAT — Senyum Nurul Abida Fauzia tampak meneduhkan. Tak banyak orang tahu, di balik senyum itu tersimpan kisah panjang penuh air mata. Mahasiswi baru jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) ini sudah menuntaskan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Prestasi itu memberinya hadiah besar: beasiswa penuh hingga ia bisa kuliah gratis.

Abida lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Mochammad Safii, pernah bekerja membantu memandikan jenazah di rumah sakit. Namun, Mei lalu, kecelakaan menghentikan langkah sang ayah. Pekerjaan itu tak lagi bisa ia lakukan. Sejak saat itu, keluarga menggantungkan hidup pada dagangan kecil. Ayah dan ibunya berjualan bumbu pecel dari rumah ke rumah.

“Beasiswa ini benar-benar meringankan keluarga saya. Saya punya dua adik yang masih sekolah. Saya sangat bersyukur bisa kuliah gratis di UM Surabaya,” kata Abida seperti dilansir laman UM Surabaya, Ahad (21/9/2025)

Perjalanan hafalan itu tidak singkat. Abida mulai sejak kelas 4 SD, sekadar mengikuti kegiatan pesantren. Tekad baru tumbuh saat ia duduk di kelas 3 SMP. Ia melihat kakak kelasnya khatam hafalan. Dari sana hatinya bergetar. Ia ingin menghadiahkan mahkota di akhirat untuk orang tuanya.

Namun jalan itu berliku. “Proses itu penuh air mata. Tantangan terberat saat futur. Saya tipe yang sulit menghafal. Ditambah lagi, waktu itu saya harus menghafal jauh dari orang tua. Rasanya benar-benar berat,” kenangnya.

Baca Juga  Faris Abidin, Caleg Milenial yang Bakal Melenggang ke Yos Sudarso

Hari demi hari ia lewati dengan sabar. Ayat demi ayat ia ulang, meski sering jatuh bangun. Tujuh tahun kemudian, hafalan itu akhirnya lengkap. Abida resmi menyandang gelar hafizhah 30 juz.

Kini, ia membuka lembaran baru. Abida resmi tercatat sebagai mahasiswi Psikologi UMSurabaya. Kampus berbasis nilai Islam itu ia pilih bukan hanya karena beasiswa, tapi juga karena restu orang tua.

Ia sadar, tantangan belum selesai. Kuliah akan menyita waktu, sementara hafalan menuntut perhatian penuh. Abida sudah menyiapkan komitmen. “Saya selalu ingat kata-kata: luangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an, jangan menunggu waktu luang. Quotennya sederhana, tapi ngena banget buat saya,” ujarnya mantap.

Masa depan terbentang di hadapannya. Abida ingin menjadi psikolog muda yang bermanfaat bagi banyak orang tanpa meninggalkan hafalan. Baginya, ilmu dan Al-Qur’an bisa berjalan beriringan.

Untuk anak-anak muda yang ingin mengikuti jejaknya, Abida punya pesan singkat tapi dalam. “Nikmati saja prosesnya. Menghafal itu memang tidak mudah, karena hadiahnya surga. Jangan terburu-buru. Bukan soal siapa paling cepat banyak hafalan, tapi siapa yang paling kuat menjaganya,” pungkasnya.

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *