31.8 C
Malang
Senin, Oktober 7, 2024
KilasHasil Survey SSC: Banyak Warga Jatim Belum Tahu Persis Kapan Pemilu

Hasil Survey SSC: Banyak Warga Jatim Belum Tahu Persis Kapan Pemilu

Ikhsan Rosidi saat merilisi hasil survei di Hotel Narita Surabaya, 9 Agustus 2023.

MAYORITAS pemilih di Jawa Timur masih belum mengetahui secara detail kapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan digelar.  Hal itu sesuai dengan hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) yang dirilis di Hotel Narita Surabaya, Rabu (9/8/2023). Survey SSC tentang dinamika perilaku pemilih menuju Pemilu 2024.

Peneliti senior SSC Ikhsan Rosidi memaparkan, hasil survei SSC memperlihatkan hanya 23,6 persen dari 1.200 responden yang mampu menyebut tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan Pemilu 2024 secara lengkap.

“Paling banyak, sebesar 43,5 persen responden hanya menyebutkan tahunnya saja, 2024. Kemudian, sebesar 26,6 persen responden menyebutkan bulan dan tahunnya tapi tidak tau tanggalnya. Sisanya, sebesar 6,3 persen tidak tau atau tidak menjawab,” terangnya.

Ikhsan melanjutkan, dari hasil survei juga diketahui responden paling dominan mendapatkan informasi seputar pelaksanaan Pemilu 2024 melalui media sosial (medsos). Prosentasenya sebesar 27,2 persen. Sedangkan, responden mengetahui informasi dari mulut ke mulut (keluarga/teman) sebesar 24,4 persen, dan dari televisi 20,5 persen.

“Hasil dari sosialisasi langsung oleh pemerintah atau KPU hanya di angka 10 persen, media luar ruang seperti baliho, spanduk dan semacamnya 4,0 persen, serta sosialisasi partai maupun caleg (Calon Anggota Legislatif) 3,2 persen. Sisanya dari radio dan media cetak berada di bawah satu persen, dan itu sepertinya memang wajar karena belakangan ini pembaca media cetak semakin menurun trennya,” ungkap Ikhsan.

Lebih lanjut, Ikhsan menjelaskan, berdasarkan hasil survei SSC diketahui sebesar 52,8 persen responden akan memilih nama caleg dan 40,5 persen akan memilih gambar partai, serta 6,7 persen tidak tau atau enggan menjawab dalam Pemilu Legislatif.

“Dari kecenderungan itu, ternyata para responden mayoritas belum tentu memilih partai politik pengusung Capres-Cawapres (52,5 persen), berbanding 36,2 persen saja yang menyatakan akan memilih partai pengusung Capres-Cawapres. Itu artinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak terlalu berdampak signifikan terhadap perolehan suara partai politik nantinya,” paparnya.

Masih dalam paparan Ikhsan, faktor yang menjadi pertimbangan para responden dalam memilih caleg yang paling dominan adalah para program yang ditawarkan (27,8 persen), namun faktor pemberian imbalan berupa uang ataupun sembako ternyata cukup tinggi mencapai 25,0 persen.

“Sedangkan ketokohan caleg itu hanya 12,5 persen, faktor agama hanya 4,5 persen, dan seterusnya. Bahkan faktor pendidikan caleg itu hanya 2,5 persen dan faktor perintah kyai/ustadz/tokoh agama di angka 4,5 persen padahal Jatim itu kan kita kenal dengan kultur masyarakatnya yang agamis, tapi ternyata itu tidak berbanding lurus di konteks Pemilu ini,” sebutnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim Muhammad Mirdasy berpendapat, data statistik tersebut memunculkan kekhawatiran terkait pelaksanaan Pemilu 2024 yang ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahui detail tanggal pelaksanaannya.

“Yang benar-benar tau kan hanya 23,6 persen saja, berarti sisanya yang sekitar 76 persen lebih itu kan kurang tahu detailnya, mungkin hanya tahu bahwa Pemilu dilaksanakan tahun 2024. Tapi, bahkan ada yang tidak tahu. Itu menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama semua, terlebih bagi para penyelenggara dan para kandidat, untuk menyosialisasikan pelaksanaan Pemilu,” ujarnya.

Mungkin, lanjut Mirdasy, kalau dari data itu, bisa kita lihat yang paling efektif dan disukai adalah melalui medsos dan dari mulut ke mulut, jadi itu harus terus dikuatkan.

Selain itu, Mirdasy juga menyorot perihal besarnya persentase responden yang memilih gambar partai, bukan memilih pada nama calegnya. Menurut dia, itu menjadi semacam ‘warning’ bagi para caleg. “Dalam sistem proporsional terbuka, maka tentu para caleg itu harus lebih bekerja keras untuk mengenalkan dirinya dan lebih dekat dengan pemilih,” kata mantan Ketua DPW Partai Perindo Jatim itu.

Dia juga mengaku khawatir, berdasarkan data yang disajikan SSC itu, ternyata pertimbangan memilih yang berdasarkan pada sumbangan atau pemberian sembako, uang, dan semacamnya masih cukup tinggi.

“Ini catatan yang menurut saya memprihatinkan. Maka tentu upaya-upaya edukasi terkait hal ini juga harus lebih masif digalakkan. Sebab kalau perilaku pemilihnya seperti itu, maka tentu biaya politik itu menjadi besar (high cost), jadi yang peluang terpilihnya lebih besar ya yang punya modal finansial tinggi, ini memprihatinkan,” tegasnya.

Untuk diketahui, survei yang dilakukan oleh SSC itu dilangsungkan sejak 25 Juli hingga 3 Agustus 2023 lalu di 38 Kabupaten/Kota se-Jawa Timur. Sampel berjumlah 1.200 responden, yang diperoleh melalui teknik stratified multistage random sampling, dengan margin of error 2,83 persen dan tingkat kepercayaan (level of confidence) di angka 95 persen.

Adapun penentuan responden dalam setiap KK (Kartu Keluarga) dilakukan dengan bantuan kish grid dan untuk pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara secara tatap muka (face to face) dengan pedoman kuesioner. (*)

Reporter: Ubay NA

Editor: Aan Hariyanto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer