
MAKLUMAT – Budaya patrol menjelang sahur pada bulan Ramadan tidak hanya ada di Indonesia. Di sejumlah negara juga melakukan hal serupa. Tujuannya kurang lebih sama, mengingatkan warga agar tidak bangun kesiangan.
Tradisi patrol di belahan dunia ternyata sudah ada sejak abad ke-7. Budaya ini kemudian menjadi lestari hingga abad modern, meski sempat terhenti akibat perang. Di mana saja ada patrol?
Maroko
Tradisi ini sudah ada sebelum Maroko merdeka. Konon budaya ini ada sejak Islam masuk negara Maghribi di akhir abad ketujuh.
Nafar merupakan petugas yang meniupkan terompet menjelang sahur. Namun untuk menjadi seorang nafar sangat berat. Petugas yang mendapat kepercayaan, harus mengenal warga di lingkungan sekitar dan memiliki sifat jujur.
Di sejumlah daerah di Maroko, nafar juga kerap bertugas saat berbuka. Akibatnya, petugas hanya mengonsumsi makanan pembuka saat iftar, mengingat tugasnya sebagai pengingat waktu sahur dan berbuka.
Turki
Masih soal patrol jelang sahur juga lestari di Turki. Berbeda dengan di Maroko, petugas penabuh drum di Turki mengenakan pakaian tradisional, fez dan rompi.
Akan halnya penabuh drum patrol di belahan dunia, semua anak laki-laki bisa menjadi petugas. Malahan seorang anak akan mendapat ‘warisan’ dari bapak untuk melanjutkan tradisi.
Konon penabuh drum patrol jelang sahur ini sudah berjalan sejak era Ottoman dan bertahan hingga zaman modern. Selama bulan Ramadan, seluruh jalanan di Turki akan dipenuhi dengan penabuh drum patrol sahur.
Bangladesh
Negara ini juga memiliki petugas penabuh bedug patrol jelang sahur yang bernama mesaharati. Tugasnya keliling kampung membangunkan warga dengan menabuh bedug. Tak lupa petugas memanjatkan doa kepada warga sekitar agar mendapat rahmat dari Allah SWT.
Tradisi ini masih lestari dan berlanjut hingga kini baik di kota besar maupun pedesaan. Belum ada catatan sejarah, kapan tradisi ini berlangsung di Bangladesh. Tradisi ini sangat dihargai bagi komunitas Muslim, karena memberikan suasana khas Ramadan.
Indonesia
Budaya ini pelan-pelan mulai berkurang. Terutama untuk masyarakat urban yang heterogen. Salah satu penyebabnya adalah toleransi untuk menghormati warga yang tidak puasa. Namun di sejumlah desa dan di kota kecil, atau kota pinggiran, budaya ini masih lestari. Bagaimana dengan daerahmu?