Kader IMM UINSA di Balik Gugatan UU MD3: Suara Rakyat Tak Boleh Direduksi Fraksi

Kader IMM UINSA di Balik Gugatan UU MD3: Suara Rakyat Tak Boleh Direduksi Fraksi

MAKLUMATMahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak seluruh permohonan uji materi Pasal 170 ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Meski demikian, putusan ini tidak menyurutkan langkah para pemohon yang adalah dua mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).

Salah satu pemohon, Dian Prahara Batubara mengatakan bahwa ia akan terus berjuang terkait hal ini. Sebab sangat penting untuk memastikan suara rakyat di parlemen tidak sekadar direpresentasikan oleh fraksi. Menurutnya, suara itu harus dibawa langsung oleh anggota DPR yang mewakili rakyat.

Bagi Dian -sapaan akrabnya- perjuangan ini adalah wujud baktinya sebagai mahasiswa Hukum Tata Negara sekaligus kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ia bercerita, langkahnya ke MK bukanlah keputusan yang tiba-tiba. Semua berawal dari kekecewaannya terhadap proses legislasi di Senayan.

Dian mengingat jelas pengalaman langsungnya di lapangan saat mengikuti aksi penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Di tengah kericuhan, ia menyaksikan bahwa warga yang menentang RUU itu justru mengalami kekerasan. Padahal mereka hanya menyuarakan pendapat atas produk hukum yang dibuat wakil rakyat sendiri.

“Warga negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi justru mengalami tindakan kekerasan hanya karena sebuah produk hukum yang dibuat oleh wakil mereka,” ujar Dian kepada wartawan Maklumat.id pada Jumat (17/10/2025).

Momen itu menyalakan keresahan dalam diri Dian. Ia mulai menelusuri bagaimana proses legislasi sebenarnya berjalan di DPR. Dari pengamatan dan penelusuran dokumen, ia menemukan bahwa dalam rapat pembahasan RUU, seluruh fraksi menyetujui RUU TNI, meski di lapangan banyak masyarakat yang menolak. Ketimpangan itu membuatnya merasa ada suara rakyat yang tereduksi oleh kepentingan partai politik.

Baca Juga  Empat Ketum DPD IMM Jatim Dialog Lintas Generasi, Apa yang Dibahas?

“Kami melihat pandangan dalam rapat pembahasan RUU disampaikan oleh fraksi, bukan oleh anggota DPR secara pribadi. Padahal anggota DPR itu dipilih oleh rakyat di daerah pemilihannya. Jadi seharusnya mereka membawa suara daerah, bukan suara partai politik,” jelasnya.

Dari situ, Dian bersama rekannya, Moch. Jian Niam Al Kamil, mengajukan uji materi ke MK. Mereka meminta agar kata “fraksi” dalam Pasal 170 ayat (4) huruf a UU MD3 diganti menjadi “daerah pemilihan”. Dengan perubahan itu, setiap anggota DPR wajib membawa aspirasi rakyat dari dapil masing-masing, bukan sekadar mengikuti garis partai.

Namun, MK menolak seluruh permohonan mereka melalui Putusan Nomor 159/PUU-XXIII/2025. MK menilai jika pandangan disampaikan per daerah pemilihan, proses legislasi akan menjadi sangat rumit. Hal ini juga berpotensi mengacaukan sistem kerja DPR yang berbasis fraksi.

Keberanian Berpihak Pada Rakyat

Meski putusan MK menutup langkah hukum mereka, Dian menegaskan bahwa perjuangannya belum berakhir. Baginya, kasus ini lebih dari sekadar menang atau kalah di meja hukum; ini soal menjaga kedaulatan rakyat dan memastikan hukum berpihak pada keadilan masyarakat.

“Kami akan terus berjuang, karena ini soal kedaulatan dan keadilan masyarakat. Hukum itu harus punya tiga aspek: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian,” tegasnya.

Sebagai kader IMM, Dian mengaitkan perjuangan konstitusional ini dengan nilai-nilai dasar gerakan dari organisasi yang ia ikuti. Ia meyakini ilmu yang mahasiswa pelajari di kampus harus bermanfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya untuk konsumsi pribadi.

Baca Juga  Gelar Madrasah Politik, Aisyiyah Dorong Kader Perempuan Ambil Peran di Lembaga Publik

“Di IMM kami diajarkan trilogi: keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Ilmu yang kami pelajari harus berguna bagi masyarakat, bukan hanya konsumsi pribadi,” ujar Dian yang juga adalah Ketua Umum IMM Komisariat Leviathan UINSA.

Dian juga mengakui dorongan dan bimbingan dari senior-senior IMM membuatnya semakin yakin bahwa perjuangan lewat jalur konstitusi adalah bentuk nyata dakwah intelektual mahasiswa. Ia menekankan bahwa keberanian untuk berpihak pada rakyat adalah inti dari langkah ini, bukan sekadar menang atau kalah di pengadilan.

“Banyak dorongan dari senior IMM yang membantu dan memantik kami untuk mencari solusi. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal keberanian kader untuk berpihak pada rakyat,” pungkasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *