23 C
Malang
Rabu, Mei 1, 2024
OpiniKampus Merdeka: Solusi Atas Tingginya Penggangguran Kita

Kampus Merdeka: Solusi Atas Tingginya Penggangguran Kita

PENDIDIKAN pada dasarnya adalah gerakan perubahan untuk membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan dan keterbatasan akses untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang seutuhnya. Pendidikan berorientasi pada proses penguatan nilai-nilai kemanusiaan agar tetap hidup dalam keseharian umat manusia. Hanya saja, masalah pendidikan di Indonesia masih saja menjadi salah satu sorotan dengan sejumlah problemnya yang tidak pernah usai.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi kemahasiswaan yang konsen memperhatikan kondisi pendidikan Indonesia. IMM memandang pendidikan sebagai aspek utama yang menunjang manusia untuk berkembang dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam salah satu pilar gerakan IMM yang dirumuskan pada Tanwir 31 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan dituangkan dalam Risalah Banjarmasin poin pertama yang berbunyi IMM mengembangkan keintelektualan yang berorientasi penyelesaian masalah lingkungan, kemanusiaan, keummatan dan kebangsaan.

Namun, realitas pendidikan di Indonesia nyatanya memperlihatkan orientasi yang berbeda, di mana pendidikan kita menunjukkan mutu yang cukup rendah dan daya literasi yang juga rendah. Selain itu, pendidikan di Indonesia juga tidak mampu menumbuhkan pemikiran yang kritis sehingga berdampak pada rendahnya daya kritis peserta didik, khususnya mahasiswa, dalam melihat berbagai persoalan kebangsaan kita saat ini. Alhasil Sumber Daya Manusia yang dilahirkan oleh Pendidikan kita masih kalah dengan kualitas lulusan pendidikan di luar Indonesia.

Contoh yang paling nyata saat ini adalah jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 12 persen atau 958,800 orang dari total 7,99 juta pengangguran di dominasi oleh sarjana. Ini angka yang menghawatirkan mengingat salah satu tujuan pendidikan tinggi bertujuan untuk memberikan jaminan kelayakan hidup. Artinya, di tingkat pendidikan tinggi saja, masih ada problem prioritas yang harus diperhatikan oleh kita semua, khususnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi agar lulusan perguruan tinggi tidak lagi menyumbang pengangguran.

Jika mengacu pada anggaran pendidikan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang mencapai Rp. 612,2 trilliun, maka seharusnya pendidikan di Indonesia sudah menunjukkan kemajuan, khususnya dalam penguatan SDM yang sejauh ini seringkali terbengkalai. Khususnya pada aspek penguatan daya kritis, literasi, kepercayaan diri pelajar, soft skill, teknologi, dan kemampuan anak didik dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu, dalam konteks yang lain pengelola pendidikan baik dari kementrian maupun dinas-dinas pendidikan masih minim memberikan perhatian terhadap mahasiswa-mahasiswa yang memiliki latar belakang aktivis. Padahal aktivis adalah kelompok mahasiswa yang memiliki tingkat literasi yang cukup tinggi dan kemampuan menyelesaikan masalah yang baik karena tradisi belajar dan tradisi dialog pemikiran yang senantiasa terbangun di berbagai forum-forum diskusi baik di internal organisasi maupun lintas organisasi.

Sikap datar kementrian pendidikan, kebudayan, riset dan teknologi terhadap mahasiswa dengan latar belakang aktivis adalah masalah yang bersumber dari ketidaktahuan Mendikbudristek terhadap peran aktivis mahasiswa yang diakui dalam menjaga keseimbangan sosial di masyarakat, menginisiasi perubahan positif seperti berdirinya reformasi, membentuk karakter dan kepemimpinan masa depan, menjaga moralitas bangsa yang secara perlahan mulai tergerus oleh pengaruh budaya asing dan menjaga eksistensi keragaman budaya bangsa.

Lima poin itu harus mampu dijadikan sebagai pegangan utama bagi pemerintah untuk membuka diri kepada kelompok aktivis mahasiswa dalam mengakses fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan beasiswa pendidikan bagi kalangan aktivis mahasiswa dengan tujuan agar pendidikan inklusif dan berorientasi pada perubahan sosial dan kebermanfaatan sosial.

Aspek lain yang patut dicermati adalah kebijakan kampus merdeka yang layak menjadi solusi atas tingginya angka pengangguran. Tujuan kampus merdeka adalah meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skill maupun hard skill agar lebih siap dengan kebutuhan zaman. Sehingga dengan tujuan tersebut peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang dibutuhkan di dunia kerja karena mereka telah terfasilitasi dengan adanya program kampus merdeka. Artinya, peserta didik diberi kebebasan untuk mengasah skill yang dimiliki untuk menjawab tantangan kerja hari ini.

IMM memandang bahwa kampus merdeka perlu dicermati secara mendalam sebagai sebuah kebijakan di dalam proses pendidikan kita agar tidak menjadi kebijakan yang sia-sia. Jangan sampai institusi pendidikan salah dalam mengartikan kampus merdeka, akhirnya proses belajar mengajar di kelas tidak melahirkan mahasiswa yang cerdas secara akademik, berkarakter pemimpin, intelektual dan peka terhadap masalah. Karena mahasiswa sibuk untuk diarahkan menjadi lulusan yang sesuai dengan permintaan pasar. Mahasiswa sudah disibukkan pada persoalan-persoalan administratif, melupakan aspek substansial yang harusnya lahir dari proses pendidikan, yaitu menjadi manusia seutuhnya.

Manusia yang utuh memiliki makna sebagai manusia yang memiliki kehendak bebas untuk berkembang, tumbuh dengan kodrat yang sudah dibawa, dan bebas menentukan arah yang akan dituju. Selain itu, manusia yang utuh memiliki kemampuan membaca perkembangan zaman, menguraikan masalah dan merumuskan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi. Dengan begitu, pendidikan kita melahirkan manusia-manusia yang produktif dan mampu membua lapangan pekerjaan sendiri sehingg terwujud masayarakat yang mandiri secara ekonomi.

Oleh karena itu, DPP IMM melihat bahwa pengelola pendidikan di Indonesia perlu melakukan evaluasi diri agar tidak terlalu lama terjebak pada area-area yang berbahaya bagi kemajuan SDM kita. Apalagi biaya pendidikan saat ini terkenal memiliki biaya tinggi akan sangat tidak relevan apabila lulusan yang dihasilkan tidak memiliki kompetensi dalam mendorong perubahan dan kebermanfaatan sosial. Kita harus mencegah agar pendidikan di Indonesia tidak melahirkan robot-robot pekerja, tapi harus melahirkan penggerak perubahan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan berkarakater kuat. (*)

 

Abdul Musawir Yahya, Penulis adalah Ketua Umum DPP IMM

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer