LEMBAGA Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menegaskan keberpihakannya untuk tetap konsisten mengawal dan mendukung para petani Pakel, Banyuwangi untuk memperjuangkan hak-haknya.
Hal itu ditegaskan Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Efendi, merespon perkembangan kasus kriminalisasi terhadap trio petani Pakel, yakni Suwarno, Untung dan Mulyadi. Mereka ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan menyiarkan berita bohong hingga menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat, yang diatur dalam Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946.
Menurut David, video youtube yang disebut sebagai sebab dijeratnya trio petani Pakel dengan informasi atau berita bohong sehingga menimbulkan di masyarakat itu diunggah tahun 2022, sedangkan akibat atau keonaran yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui surat dakwaan terjadi pada tahun 2018. Artinya, secara sebab-akibat sangat bermasalah, akibat terjadi lebih dahulu daripada sebabnya.
Berdasarkan temuan digital forensik soal rentang atau dimensi waktu pengunggahan itu, David menyatakan, keonaran yang paling serius justru dilakukan oleh penguasa, yang menyebabkan rakyat kehilangan haknya atas tanah Pakel, Banyuwangi.
“Keonaran yang paling serius adalah dilakukan oleh pemilik kekuasaan yang sebabkan rakyat kehilangan haknya. Itu temuan digital forensik soal tahun postingan (2022), lalu tahun keonaran itu (2018) membuktikan siapa yang berbasis fakta dan siapa yang hanya asal ingin menjerat warga yang meminta keadilan,” kata Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu, Kamis (21/9/2023).
Dia menegaskan kembali, bahwa Muhammadiyah yang sejak awal pendudukan kembali (reclaiming) lahan Pakel telah turun langsung mendampingi perjuangan para petani, akan terus mengawal dan mendampingi perkembangan kasus trio petani Pakel tersebut. Bahkan, David menyebut, tak hanya dalam kasus Pakel, namun juga berbagai kasus keadilan agraria.
“Muhammadiyah akan terus mengawal kasus-kasus yang mengancam warga petani kehilangan hak-hak konstitusionalnya termasuk keadilan agraria,” terang pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur itu.
Sebelumnya, trio petani Pakel telah menjalani sidang ke-23 pada Selasa (19/9/2023) lalu di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD GARUDA) selaku tim Penasihat Hukum (PH).
Akademisi Universitas Binus, Jakarta Ahmad Sofian mengaku heran, bahkan merasa janggal dan aneh terhadap dakwaan yang dijatuhkan kepada trio petani Pakel. “Aneh! Postingannya di tahun 2022, tapi mengakibatkan keonaran di tahun 2018,” selorohnya.
Menurut Sofian, terdakwa tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946. Dia menjelaskan, yang dimaksud dengan menyebarkan itu adalah mendistribusikan ke khalayak luas, sedangkan terdakwa tidak pernah menyebarluaskannya. “Justru terdakwa dimanfaatkan oleh pihak lain, dan kemudian dokumen disebarkan,” ungkapnya.
Selanjutnya, Sofian menyebut soal keonaran yang dimaksudkan dalam Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 itu adalah kekacauan atau keonaran yang terjadi secara masif dalam masyarakat. Sedangkan bentrok dan demonstrasi bukanlah termasuk dalam konteks tersebut.
“Lalu, sikap batin jahat dari terdakwa sebetulnya bukan pada inginnya muncul sebuah keonaran, melainkan mengkonfirmasi apakah dokumen mereka asli atau tidak, apakah mereka punya hak atau tidak. Tetapi, ada pihak lain yang memanfaatkan atas dokumen yang dimiliki warga itu,” tandasnya.
JPU, lanjut Sofian, juga tidak menjelaskan penyiaran berita bohong seperti apa yang dimaksud dan melalui apa berita itu tersebar. Jika bersumber dari channel youtube yang diunggah pada tahun 2022, kemudian disebutkan keonarannya terjadi pada tahun 2018, maka ajaran kausalitas mengenai sebab-akibat tidak terpenuhi.
“Penyebabnya justru muncul 4 tahun setelah akibatnya terjadi, adalah sesuatu yang jika penyebab muncul setelah akibat, karena logikanya, akibat itu akan muncul setelah adanya sebab,” jelasnya.
“Sejak awal keinginan warga Desa Pakel sangat sederhana. Mereka hanya ingin mendapatkan haknya untuk mengelola lahan yang sudah turun-temurun mereka perjuangkan tanpa ada keonaran,” tutup Sofian.
Hari ini, Kamis (21/9/2023) trio petani Pakel yang sudah berstatus terdakwa, kembali menjalani persidangan putaran ke-24 di tempat yang sama, dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota dan terdakwa.
Sidang ke-24 tersebut adalah tepat tiga hari sebelum peringatan Hari Tani Nasional (HTN) pada 24 September mendatang, yang juga sekaligus sebagai peringatan tepat 3 tahun reclaiming lahan Pakel oleh para petani (sejak 2020).(*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto