MAKLUMAT — Kementerian Agama (Kemenag) RI menegaskan bahwa sejumlah catatan penyelenggaraan haji 1446 H/2025 M dalam nota diplomatik (Nodip) dari Duta Besar (Dubes) Arab Saudi yang sempat beredar, telah diselesaikan secara musyawarah, bersama Kementerian Haji Arab Saudi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI, Hilman Latief, memastikan bahwa berbagai dinamika yang disebutkan dalam nota tersebut telah diselesaikan dan dikomunikasikan dengan otoritas Saudi.
Nota Diplomatik bertanggal 16 Juni 2025 itu, menurut Hilman, sebenarnya merupakan dokumen tertutup yang ditujukan hanya kepada tiga pihak, yakni Menteri Agama (Menag), Dirjen PHU, serta Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri.
“Ada beberapa isu yang menjadi catatan dan tantangan saat masa operasional. Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat,” ujarnya saat di Madinah, Jumat (20/6/2025).
“Surat tersebut berbicara tentang apa yang kita lakukan sejak dua sampai empat minggu lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan untuk perbaikan oleh penyelenggara haji,” sambung Hilman.
Ia juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada otoritas Arab Saudi, yang bersama-sama telah menyelesaikan sejumlah permasalahan dan tantangan yang muncul di lapangan selama penyelenggaraan dan pelaksanaan ibadah haji 1446 H/2025 M.
Lima Catatan yang Sudah Ditangani
Lebih lanjut, Hilman menjelaskan lima isu utama yang tercantum dalam nota diplomatik tersebut, yang semuanya telah diklarifikasi dan diselesaikan, yakni:
1. Koherensi Data Jemaah dan Manifes Penerbangan
Ketidaksesuaian data antara sistem E-Haj, Siskohat, dan manifes sempat terjadi akibat perubahan mendadak di lapangan, terutama saat ada jemaah yang batal berangkat. Hal ini, menurut Hilman, telah diselesaikan sejak awal Mei dengan rekonsiliasi harian bersama otoritas Saudi.
“Alhamdulillah sudah bisa kita tangani pada awal Mei di mana dalam satu pesawat ternyata ada beberapa jemaah yang berbeda syarikah,” sebut Hilman.
2. Pergerakan Jemaah Madinah ke Makkah
Beberapa kelompok kecil jemaah dengan konfigurasi syarikah berbeda sempat diberangkatkan menggunakan transportasi non-reguler. Hal ini juga telah dikomunikasikan dan disepakati dengan pihak syarikah dan Kementerian Haji.
“Kita sudah komunikasikan itu ke Kementerian Haji. Kita sudah sampaikan ke syarikah-nya. Jadi itu sudah disepakati,” jelasnya.
3. Penempatan Hotel Jemaah di Makkah
Ada kasus jemaah yang berpindah hotel untuk berkumpul dengan kloter atau keluarga meski berbeda Syarikah. Meski tidak sepenuhnya sesuai standar, hal ini telah dimaklumi dan menjadi bahan evaluasi bersama.
“Tugas dan fungsi kita sebagai penyelenggara haji adalah menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di lapangan,” ujarnya.
4. Kesehatan Jemaah Lansia dan Risiko Tinggi
Pemerintah Saudi mengingatkan agar jemaah berisiko tinggi mendapat perhatian lebih. Hilman menekankan perlunya pendampingan dan seleksi lebih ketat bagi jemaah dengan kondisi kesehatan berat.
“Ini juga menjadi catatan peringatan bagi mitra kita di KBIHU dan para pembimbing untuk jangan terlalu memaksakan ibadah sunah terlalu sering, terlalu banyak, kepada jemaah dengan kondisi khusus (lansia/risti) semacam itu. Ini kan masih terjadi, jadi masih masuk catatannya dalam nodip,” jelas Hilman.
5. Penyembelihan Hewan Dam
Masih ada jemaah yang menyembelih dam di luar skema resmi Adahi. Hilman mengakui hal ini perlu pembenahan kebijakan, termasuk memasukkan biaya hadyu ke dalam skema pembiayaan resmi ke depan.
“Kita sudah berdiskusi banyak tentang itu. Kami juga sampaikan kebijakan kita sejak sebulan yang lalu kepada Kerajaan (Arab Saudi), bahwa di Indonesia masih ada yang memungkinkan untuk menyembelih dam di tanah air melalui Baznas,” terang Hilman.
“Kita sudah menyampaikan pesan ini kepada seluruh jemaah untuk bisa menggunakan platform hadyu dari Adahi. Tapi ini tidak mudah karena kewajiban itu muncul belakangan, sementara banyak masyarakat Indonesia melalui para pembimbing KBIH dan lain lain sudah terlanjur berkomitmen dengan RPH (Rumah Potong Hewan), ada juga yang belanja ke pasar sendiri beli kambingnya, atau mitra dati mukimin. Sementara tahun ini Saudi begitu keras melarang hal tersebut,” sambungnya.
Ia berharap, penjelasan tersebut dapat meredam polemik sekaligus memberikan penjelasan yang dapat dipahami oleh publik, atas isi Nota Diplomatik yang sejatinya sudah tidak lagi menjadi persoalan teknis di lapangan.
“Dengan izin Allah, semua dapat diselesaikan secara bijak. Koordinasi yang baik dengan pemerintah Saudi menjadi kunci. Insya Allah ke depan kita perkuat lagi sistem perencanaan dan komunikasi,” pungkas Hilman.
Melalui penjelasan tersebut, pihak Kemenag menegaskan bahwa persoalan nota diplomatik yang sempat menghebohkan publik sudah tuntas, sekaligus menandaskan komitmen untuk berupaya terus meningkatkan kualitas layanan haji, serta memperkuat koordinasi lintas lembaga, baik di dalam maupun luar negeri.