Kemendikdasmen Terus Dorong Penguatan Karakter Lewat Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat

Kemendikdasmen Terus Dorong Penguatan Karakter Lewat Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat

MAKLUMAT — Program Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat menjadi bagian dari strategi penting Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam membentuk karakter anak-anak Indonesia. Melalui tujuh kebiasaan yang ditanamkan sejak usia dini, Kemendikdasmen berharap anak-anak Indonesia tumbuh sebagai pribadi yang unggul.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa program ini tidak hadir sebagai gerakan sesaat, tetapi bagian dari kerangka besar pendidikan nasional. Anak-anak diarahkan agar memiliki rutinitas positif yang bukan hanya mendukung prestasi akademik, tetapi juga perkembangan spiritual, sosial, dan emosional.

“Harapannya, anak-anak memiliki kesehatan jasmani, rohani, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, juga keimanan serta ketakwaan, punya keterampilan, dan tentu saja itu juga bagian dari membangun karakter anak-anak,” ujarnya saat ditemui wartawan Maklumat.id di Surabaya, Jumat (1/8/2025).

Dari pogram ini, tujuan akhirnya adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang tidak hanya unggul di atas kertas, tetapi juga kokoh dalam nilai dan kepribadian. Seiring dengan program kebiasaan ini, Mendikdasmen Abdul Mu’ti juga menekankan pentingnya pembelajaran mendalam atau deep learning.

Pendekatan ini menjadi jawaban atas kritik terhadap sistem belajar yang terlalu berorientasi pada hafalan dan nilai ujian semata. Dalam pembelajaran mendalam, proses belajar diarahkan agar peserta didik tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami, mengaitkan, dan menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata.

“Pembelajaran mendalam itu adalah proses belajar di mana kita ini belajar tidak hanya untuk lulus ujian, tidak hanya untuk bisa mendapatkan nilai berapa dari pelajaran kita. Tapi pelajar, para murid ini, adik-adik sekalian ini dapat mempelajari materi pelajaran dengan baik, materi pelajaran yang bermanfaat, yang bisa menjadi pemandu untuk adik-adik,” ujarnya.

Baca Juga  Menatap Masa Depan, Menghidupkan Tut Wuri Handayani

Pembelajaran mendalam mendorong murid untuk berpikir kritis dan reflektif, bukan sekadar menjawab soal. Materi tidak diajarkan secara terpisah, melainkan dihubungkan dengan konteks sosial, budaya, dan tantangan sehari-hari yang mereka hadapi. Dengan begitu, belajar menjadi kegiatan yang bermakna, bukan kewajiban mekanis.

Guru diharapkan tidak hanya menjadi pengajar, tetapi fasilitator yang menumbuhkan rasa ingin tahu dan daya jelajah anak. Murid didorong untuk bertanya, berdiskusi, bereksperimen, dan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang mereka temui. Mereka juga diberi ruang untuk mengembangkan kreativitas dan menyusun pemahaman yang relevan dengan pengalaman hidup mereka.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti memaparkan bahwa pembelajaran semacam ini menuntut perubahan suasana kelas. Dari yang kaku menjadi lebih dialogis; dari yang satu arah menjadi ruang kolaboratif; dari tekanan dan orientasi nilai menjadi perayaan proses.

“Belajar bukan karena terpaksa, belajar bukan karena diperintah guru atau diperintah oleh orang tua, tapi belajar karena memiliki semangat untuk menuntut ilmu,” tandasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *