KETUA Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Dr Salmah Orbayinah menyoroti soal krisis kemanusiaan yang diakibatkan dari konflik dan pergeseran kekuasaan dan kepentingan, hingga akhirnya manusia dan alam yang menjadi korban.
Hal itu dia sampaikan dalam Resepsi Milad ke-107 Aisyiyah yang digelar di Universitas Aisyiyah Surakarta (Aiska), Ahad (19/5/2024). Kegiatan mengusung tema ‘Memperkokoh dan Memperluas Dakwah Kemanusiaan Semesta’.
Mengutip data dari Office for the Coordination Humanitarian Affairs (OCHA) PBB pada tahun 2024, Salmah menyebut hampir 300 juta orang di seluruh dunia membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan karena konflik, keadaan darurat iklim, serta faktor-faktor pendorong lainnya.
“Dunia menghadapi problem kemiskinan, dan bahkan kemiskinan ekstrem, dimana satu dari 10 perempuan di dunia berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Banyak penduduk di dunia masih menghadapi problem kemiskinan, dan yang paling mendasar akses pada makanan (food security), akses pekerjaan yang layak, dan sanitasi,” terangnya.
“Dan untuk menyelesaikan problem ini harus dengan pendekatan multidimensi,” imbuh Salmah.
Meski demikian, kondisi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem menurut Salmah, bukan hanya soal aspek akses terhadap ekonomi, tetapi juga akses terhadap kesehatan, hingga sosial budaya.
Selain itu, kata Salmah, di banyak negara problem konflik akibat perang juga berimbas sangat besar dan berat.
“Seperti di Ukraina, upaya pendudukan Israel atas Jalur Gaza Palestina dengan cara yang sangat brutal dan telah menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit, tidak hanya militer, namun juga masyarakat sipil, termasuk perempuan dan anak-anak,” ungkapnya.
Pada tahun 2023, lanjut Salmah, pecahnya konflik yang meluas di Sudan dan permusuhan antara Israel dan Gaza menyebabkan lonjakan kematian warga sipil secara dramatis.
Dia menyebut, dalam tempo sekitar 5 pekan saja, jumlah warga sipil yang terbunuh di wilayah pendudukan Palestina setara dengan hampir 60 persen dari total jumlah warga sipil global yang terbunuh pada tahun 2022, yang merupakan tahun paling mematikan sejak genosida di Rwanda pada tahun 1994, dimana hampir satu anak di setiap 5 negara di seluruh dunia tinggal atau melarikan diri dari zona konflik.
Salmah secara khusus juga menyorot dampak pendudukan Israel di Jalur Gaza, Palestina, yang telah memunculkan problem sangat mendasar terkait dengan hak-hak dasar kemanusiaan.
“Ratusan ribu rakyat Palestina menjadi pengungsi dan tidak memiliki tempat tinggal yang aman dan layak. Susahnya akses kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan dihancurkannya rumah sakit, krisis pangan akibat sabotase Israel dengan menghalangi bantuan makanan ke Jalur Gaza, terjadinya gizi buruk pada anak-anak, perempuan hamil tidak memiliki akses kesehatan dan gangguan psikis akibat perang yang terus menghantui,” jelasnya.
Sebab itu, menurut Salmah, harus dilakukan upaya-upaya yang serius dan konsisten tak kenal lelah, serta multipihak dan sinergis untuk bisa mengatasi segala problematika tersebut.
“(Akan) semakin dirasakan dampaknya jika tidak dilakukan upaya yang serius, multipihak, dan sinergis untuk mengatasinya,” tandas Salmah.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto