Kuliah Praktisi Prodi Kesos UMM: Tantangan dan Peluang Pekerja Sosial Koreksional di Pemasyarakatan

Kuliah Praktisi Prodi Kesos UMM: Tantangan dan Peluang Pekerja Sosial Koreksional di Pemasyarakatan

MAKLUMAT — Di tengah tuntutan profesionalisme pekerja sosial di Indonesia, Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (Kesos FISIP UMM), terus melakukan berbagai upaya aktualisasi peran pekerja sosial dalam berbagai setting layanan, termasuk dalam praktik intervensi pekerja sosial koreksional di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Balai Pemasyarakatan (BAPAS), melalui kuliah praktisi yang digelar di Basement Dome Kampus III UMM, Selasa (23/12/2025).

Kegiatan yang dibuka langsung oleh Wakil Rektor I UMM turut dihadiri Dekan FISIP UMM, Kaprodi Kesejahteraan Sosial UMM, serta Guru Besar Prodi Kesejahteraan Sosial UMM Prof Dr Oman Sukmana MSi dan Kepala BAPAS Kelas I Malang Karto Rahardjo Bc IP SH MH sebagai pembicara.

Kaprodi Kesejahteraan Sosial UMM, Hutri Agustino PhD, menyampaikan bahwa praktik intervensi pekerja sosial di LAPAS dan BAPAS memegang peran penting dalam mendukung proses pembinaan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial warga binaan serta klien pemasyarakatan. Praktik intervensi di LAPAS, kata dia, lebih menitikberatkan pada rehabilitasi sosial, penguatan kapasitas personal, serta pembentukan perilaku adaptif selama masa pidana.

“Sementara itu, di BAPAS, pekerja sosial berperan penting dalam pendampingan klien pemasyarakatan saat menjalani pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun asimilasi, agar mampu kembali berfungsi secara sosial di tengah masyarakat,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Maklumat.id.

“Pemasyarakatan yang humanis membutuhkan pekerja sosial yang kompeten, reflektif, dan berorientasi pada pemberdayaan,” sambung Hutri.

Baca Juga  Aksi Kemanusiaan Muhammadiyah Jatim di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit

Dengan praktik intervensi yang tepat, ia meyakini bahwa risiko pengulangan tindak pidana dapat ditekan.

“Di sinilah tujuan utama kegiatan kuliah praktisi ini di laksanakan, agar mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial sebagai calon Pekerja Sosial dapat memahami secara utuh praktik intervensi koreksional di setting pemasyarakatan,” tandas Hutri.

Di sisi lain, Kepala BAPAS Kelas I Malang, Karto Rahardjo Bc IP SH MH, dalam paparannya menegaskan bahwa pekerja sosial pemasyarakatan saat ini menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks, antara lain meningkatnya dinamika permasalahan sosial klien, keterbatasan sumber daya, hingga stigma masyarakat terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan.

“Pekerja sosial pemasyarakatan dituntut tidak hanya memahami aspek hukum, tetapi juga mampu membaca kondisi sosial, psikologis, dan lingkungan klien secara komprehensif,” sebutnya.

Meski demikian, ia menekankan bahwa di balik tantangan tersebut terdapat peluang besar untuk memperkuat peran pekerja sosial dalam sistem pemasyarakatan.

Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa perkembangan kebijakan pemasyarakatan yang berorientasi pada keadilan restoratif dan reintegrasi sosial membuka ruang bagi pekerja sosial untuk lebih berinovasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak.

“Peluang ini harus dimanfaatkan dengan meningkatkan kompetensi, profesionalisme, serta sinergi dengan pemerintah daerah, lembaga sosial, dunia pendidikan, dan masyarakat,” tandas Karto.

Dengan demikian, lanjut Karto, klien pemasyarakatan dapat kembali berfungsi secara sosial dan mandiri. Ia juga berharap pekerja sosial pemasyarakatan mampu menjadi agen perubahan yang tidak hanya melakukan pembimbingan administratif, tetapi juga pendampingan yang humanis dan berkelanjutan.

Baca Juga  Muhammadiyah Ajak Nobar Indonesia vs Australia: Jangan Lupa Salat Isya Berjemaah

Sementara itu, Guru Besar Prodi Kesejahteraan Sosial UMM, Prof Dr Oman Sukmana MSi, menegaskan pentingnya peran dan intervensi pekerja sosial koreksional dalam sistem pemasyarakatan sebagai upaya strategis untuk mendukung proses pembinaan dan reintegrasi sosial warga binaan dan klien pemasyarakatan.

Ia menjelaskan bahwa pekerja sosial koreksional memiliki posisi kunci dalam menjembatani aspek hukum, sosial, dan kemanusiaan. Intervensi yang dilakukan tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah individu, tetapi juga pada penguatan fungsi sosial, keluarga, dan lingkungan tempat klien akan kembali.

“Intervensi pekerja sosial koreksional harus berbasis asesmen yang komprehensif, mencakup kondisi psikososial, relasi keluarga, serta faktor lingkungan yang memengaruhi perilaku klien,” kata dia.

Tanpa intervensi yang tepat, Prof Oman menyebut proses reintegrasi sosial akan sulit tercapai.

Lebih lanjut, ia juga menekankan bahwa pendekatan pekerja sosial koreksional sejalan dengan paradigma pemasyarakatan modern yang menempatkan pemulihan, rehabilitasi, dan keadilan restoratif sebagai tujuan utama.

Melalui pendampingan, konseling, bimbingan sosial, serta penguatan jejaring sosial, pekerja sosial dapat meminimalkan risiko pengulangan tindak pidana. Ia juga menyoroti perlunya peningkatan kapasitas dan profesionalisme pekerja sosial koreksional agar mampu menjawab tantangan yang semakin kompleks di bidang pemasyarakatan.

Tak cuma itu, Prof Oman dalam kesempatan tersebut juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara lembaga pemerintah, akademisi, dan masyarakat, yang dinilai menjadi kunci keberhasilan intervensi yang berkelanjutan.

Baca Juga  Paparan Gadget Picu Bunuh Diri? Begini Penjelasan Dosen Psikologi UMM

“Pemasyarakatan tidak bisa berjalan sendiri. Intervensi pekerja sosial koreksional harus didukung oleh sinergi semua pihak agar klien dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif dan bertanggung jawab,” tandasnya.

Prof Oman berharap, pemahaman mengenai peran dan intervensi pekerja sosial koreksional dapat terus diperkuat, sehingga sistem pemasyarakatan di Indonesia semakin humanis, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan sosial.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *