Layanan Dakwah Belum Terukur dengan Angka, Begini Langkah Kemenag dan UIN Jakarta

Layanan Dakwah Belum Terukur dengan Angka, Begini Langkah Kemenag dan UIN Jakarta

MAKLUMAT — Hingga kini, belum ada ukuran berbasis angka yang bisa menggambarkan seberapa besar dampak layanan dakwah dari pemerintah terhadap masyarakat. Menjawab kekosongan tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) menggandeng tim peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menyusun Indeks Layanan Dakwah.

Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, menyatakan bahwa instrumen berbasis data sangat dibutuhkan agar capaian layanan keagamaan bisa dilaporkan secara terukur. Selama ini, katanya, berbagai layanan seperti penyuluh agama, majelis taklim, dan dai-daiyah belum memiliki indikator kuantitatif yang mampu menunjukkan pengaruhnya terhadap kehidupan beragama masyarakat.

“Kalau di pendidikan ada Angka Partisipasi Kasar, bahkan bisa menunjukkan jumlah mahasiswa. Tapi untuk bidang agama, pertanyaan seperti ‘berapa kontribusinya?’ sulit dijawab karena belum ada angkanya,” ujarnya dalam keterangan resminya, dikutip dari laman resmi Kemenag pada Kamis (17/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa Indeks Layanan Dakwah nantinya akan menjadi bagian dari Indeks Pembangunan Bidang Agama. Hasilnya akan dimuat dalam laporan Outlook tahunan dan digunakan untuk evaluasi serta perumusan kebijakan berbasis bukti.

“Indeks ini akan menjawab pertanyaan publik tentang kontribusi Kemenag dalam pembangunan agama secara konkret. Ini penting agar perencanaan kita ke depan berbasis bukti,” katanya.

Penyusunan indeks dilakukan melalui survei nasional dengan pendekatan persepsi publik. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, menegaskan bahwa survei ini dirancang untuk mengukur dari sisi masyarakat sebagai penerima layanan, bukan sekadar dari pelaksana program.

Baca Juga  Kick Off Program Berantas Buta Huruf Al-Quran dan Satu Desa Satu Majelis Taklim, Sinergi Nyata Kemenag dan Kemendes-PDT

“Kita ingin keluar dari pendekatan yang normatif dan administratif. Kita ingin mengukur dari sisi pengguna, yaitu masyarakat yang menerima layanan,” terang Gun Gun.

Ia menyebut beberapa negara yang telah mengembangkan sistem evaluasi serupa, seperti Qatar dengan Faith Services Satisfaction Scorecard, Inggris dengan Faith-Based Organization Evaluation Framework, dan Arab Saudi yang menggunakan Digital Preaching Analytics.

“Qatar punya Faith Services Satisfaction Scorecard, Inggris pakai Faith-Based Organization Evaluation Framework, bahkan Arab Saudi mengembangkan Digital Preaching Analytics. Kita perlu mengadopsi pendekatan yang berbasis bukti seperti itu,” lanjutnya.

Survei akan difokuskan pada layanan dakwah pemerintah yang dilakukan melalui masjid, Kantor Urusan Agama, penyuluh agama, dan kanal digital resmi milik Kemenag. Riset ini menggunakan metode kuantitatif berbasis self-report questionnaire dengan responden warga berusia minimal 17 tahun dari berbagai provinsi.

“Ada lima indikator utama yang akan diukur dalam survei ini, yaitu persepsi terhadap kebijakan dakwah, kompetensi dai, kepuasan atas program dakwah, aksesibilitas dan inovasi saluran dakwah, serta dampak terhadap literasi keagamaan masyarakat,” papar Gun Gun.

Ia menekankan bahwa indeks ini harus berorientasi pada warga dan menjadi refleksi dari pengalaman masyarakat terhadap layanan dakwah negara. “Kita tidak ingin hanya sekadar laporan. Indeks ini adalah cerminan bagaimana layanan dakwah pemerintah dirasakan oleh masyarakat,” tandasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *