30.5 C
Malang
Senin, Februari 3, 2025
OpiniMembongkar Skandal Fraud eFishery: Alarm yang Terabaikan dan Modus yang Terstruktur

Membongkar Skandal Fraud eFishery: Alarm yang Terabaikan dan Modus yang Terstruktur

MAKLUMAT — Skandal keuangan yang mengguncang eFishery semakin mengungkap sisi gelap industri startup di Indonesia. Perusahaan yang sebelumnya dielu-elukan sebagai unicorn andalan kini terseret dalam dugaan manipulasi laporan keuangan dan penyalahgunaan dana.

Berdasarkan CNBC Indonesia, praktik fraud ini bukan insiden tunggal, melainkan skema yang telah berlangsung bertahun-tahun dengan pola yang sistematis.

Penulis: Anwar Hariyono*.

Sejak 2018, indikasi adanya kecurangan sudah terlihat, namun tidak ada langkah pencegahan yang signifikan. “Fraud ini bukanlah kesalahan administratif biasa, tetapi sudah direncanakan dengan rapi,” ungkap seorang sumber yang memahami kasus ini.

Kejanggalan dalam laporan keuangan, perbedaan data internal dan eksternal, hingga penciptaan perusahaan cangkang menjadi indikasi kuat adanya manipulasi sistemik di dalam eFishery.

Tanda Bahaya yang Diabaikan

Fraud dalam skala besar seperti ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Sejumlah tanda bahaya (red flag) seharusnya dapat menjadi alarm bagi investor, auditor, dan regulator sebelum skandal ini mencuat ke publik.

Pertama, terdapat lonjakan pendapatan yang tidak masuk akal. Laporan keuangan eksternal eFishery mencatat pendapatan sebesar Rp12,3 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun 2024. Namun, laporan internal menunjukkan angka yang jauh lebih kecil, hanya Rp2,6 triliun. Perbedaan yang mencapai hampir lima kali lipat ini seharusnya menimbulkan kecurigaan sejak awal.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian dalam pencatatan laba dan rugi. Laporan eksternal mengklaim bahwa eFishery meraih laba sebelum pajak sebesar Rp261 miliar, sementara laporan internal menunjukkan perusahaan sebenarnya mengalami kerugian Rp578 miliar dalam periode yang sama. Perbedaan ini mengindikasikan adanya upaya sistematis untuk menyesatkan para pemegang saham dan calon investor.

Modus lainnya adalah penggunaan perusahaan cangkang sebagai sarana pencucian uang. CEO eFishery, Gibran Huzaifah, diduga mendirikan lima perusahaan bayangan yang dikelola oleh rekan-rekannya. Perusahaan-perusahaan ini digunakan untuk mengalirkan dana, menciptakan transaksi palsu, serta memperbesar angka pendapatan di atas kertas.

Tak hanya itu, klaim kepemilikan aset juga diragukan. eFishery mengaku memiliki lebih dari 400.000 fasilitas pakan yang tersebar di berbagai daerah. Namun, hasil investigasi menunjukkan bahwa jumlah fasilitas yang sebenarnya hanya sekitar 24.000.

Fraud Triangle: Memahami Akar Masalah

Kasus ini dapat dijelaskan melalui konsep Fraud Triangle yang dikembangkan oleh Donald Cressey. Terdapat tiga elemen utama yang mendorong terjadinya fraud dalam suatu organisasi.

Tekanan (Pressure) menjadi faktor pertama. Sebagai startup yang telah mendapatkan pendanaan besar, eFishery berada di bawah tekanan untuk terus menunjukkan pertumbuhan yang agresif. Investor menginginkan hasil yang cepat, dan manajemen mungkin merasa terdesak untuk memanipulasi laporan agar terlihat lebih menguntungkan.

Faktor kedua adalah kesempatan (Opportunity). Dalam struktur organisasi yang tidak memiliki sistem pengawasan internal yang ketat, peluang untuk melakukan manipulasi semakin besar. Ketika para eksekutif memiliki kewenangan tanpa pengawasan yang memadai, skema fraud lebih mudah dijalankan.

Terakhir, rasionalisasi (Rationalization) menjadi alasan psikologis yang memungkinkan pelaku merasa tindakannya bisa dibenarkan. Para pelaku mungkin meyakini bahwa manipulasi ini hanya bersifat sementara atau bahkan dianggap sebagai strategi bisnis yang sah demi keberlangsungan perusahaan.

Pelajaran dari Kasus eFishery

Kasus ini memberikan banyak pelajaran berharga bagi dunia bisnis dan regulator. Dalam bukunya Faces of Fraud, Martin T. Biegelman menekankan bahwa pola fraud sering kali berulang dan dapat diantisipasi dengan langkah pencegahan yang tepat.

Salah satu langkah penting adalah penguatan audit forensik. Audit reguler saja tidak cukup untuk mendeteksi fraud yang terencana. Dibutuhkan investigasi mendalam dan metode forensic accounting untuk mengidentifikasi pola manipulasi data keuangan.

Selain itu, perlindungan bagi whistleblower harus diperkuat. Banyak kasus fraud hanya bisa terungkap karena keberanian orang dalam yang bersedia memberikan informasi. Namun, tanpa perlindungan yang jelas, mereka akan ragu untuk berbicara.

Tata kelola Perusahaan yang kuat (corporate governance) juga menjadi kunci pencegahan. Perusahaan harus menerapkan kebijakan anti-fraud yang ketat, memastikan transparansi keuangan, dan membangun budaya kepatuhan dari tingkat manajemen tertinggi.

Kasus eFishery menjadi pengingat bahwa fraud bisa terjadi di mana saja, termasuk di industri startup yang selama ini dianggap sebagai simbol inovasi dan pertumbuhan ekonomi.

*Wakil Rektor Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Gresik

 

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer