25.7 C
Malang
Senin, Maret 31, 2025
SosokMengenal Siti Ruhaini Dzuhayatin, Aktivis HAM yang Kini Jadi Dubes RI untuk...

Mengenal Siti Ruhaini Dzuhayatin, Aktivis HAM yang Kini Jadi Dubes RI untuk Uzbekistan dan Kyrgyzstan

Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA. (Foto: IST)
Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA. (Foto: IST)

MAKLUMAT — Presiden RI Prabowo Subianto resmi melantik sebanyak 32 Duta Besar (Dubes) Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk negara-negara sahabat apda Senin (24/3/2025) lalu. Salah satunya adalah Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin MA, yang menjadi Dubes ke-13 RI untuk Uzbekistan dan Kyrgyztan.

Ruhaini adalah Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang juga dikenal sebagai akademisi, serta aktivis hak asasi manusia (HAM) dan gender terkemuka di tanah air. Ia juga dianggap sebagai sosok yang sangat kompeten sebagai duta besar, lantaran kiprah internasional yang sudah malang melintang.

Mengenal Siti Ruhaini Dzuhayatin

Seperti yang sudah disebutkan, perempuan kelahiran Blora, 17 Mei 1963 ini memiliki kiprah yang sudah malang melintang sebagai seorang akademisi dan aktivis HAM internasional. Ia dikenal sebagai sosok yang berkontribusi luar biasa dalam kajian Islam, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Ia menamatkan pendidikan strata satu (S-1) dari IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 1988, meraih gelar master dari Monash University, Melbourne, Australia pada tahun 1993, dan mendapatkan gelar doktor bidang sosiologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2011.

Pada 14 September 2021, Siti Ruhaini Dzuhayatin resmi dikukuhkan dan menyandang status sebagai Guru Besar Bidang HAM dan Gender Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sepanjang karirnya, Ruhaini banyak dianggap sebagai sosok yang visioner dan penuh dedikasi. Selain sebagai dosen di UIN Sunan Kalijaga, ia adalah salah satu pendiri Rifka Annisa Women’s Crisis Center, suatu lembaga yang berperan penting dalam perlindungan perempuan dan pengarusutamaan gender di Indonesia.

Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga dan Dewan Pengawas Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII, menunjukkan perannya yang begitu luas dalam dunia akademik dan advokasi sosial.

Ruhaini, dengan kekuatan integrasi dan sinergi keislaman dengan ilmu-ilmu sosial, termasuk studi gender, menjadikannya sosok yang berperan cukup besar meredakan ketegangan antara feminisme barat dan isu-isu perempuan dalam Islam.

Sosok yang beberapa kalangan menjulukinya sebagai ‘Ibu Gender‘ itu juga pernah menerima penghargaan dari Menteri Agama sebagai salah satu dari 10 Dosen Berprestasi Perguruan Tinggi Islam di Indonesia pada tahun 2010, atas kiprah dan dedikasi akademisnya yang luar biasa.

Kiprah di Dunia Internasional

Penunjukan Siti Ruhaini Dzuhayatin sebagai Dubes RI agaknya tidak mengejutkan, lantaran kiprahnya di tingkat internasional yang sudah tak perlu diragukan. Ia pernah memimpin Komisi HAM Organisasi Kerjasama Islam (OKI) selama dua periode (2012–2018), sebuah pencapaian luar biasa yang menegaskan kredibilitasnya dalam diplomasi global. Keahlian dan pemikirannya yang tajam telah menjadikannya tokoh penting dalam pengembangan studi Islam dan HAM di berbagai forum dunia.

Ruhaini juga mengikuti Human Right Covumentation Training di Manila, Filipina (1994); Women Fellowship di McGill University Canada (1998); Islam and Human Right Fellowship di Emory University (2003-2004), Gender and Conflict Resolution di Ulster University, Irlandia Utara dan British Council, Manchester; serta Human Right Mechanism training di Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss dan New York, Amerika Serikat (2012).

Selain itu, ia juga menjabat Board Asian Muslim Action Network (AMAN) di Jakarta pada tahun 2017-2020 dan anggota Coalition Against Trafficking in Women (CATW) South East Asia Region di Manila, Filipina pada tahun 1994-2005).

Atas berbagai prestasinya dan kiprahnya dalam forum-forum internasional tersebut, UIN Sunan Kalijaga menganugerahkan Penghargaan Dosen Berprestasi Tingkat Internasional pada tahun 2018.

Pengalamannya di berbagai forum tersebut, membuatnya ditunjuk sebagai Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional masa jabatan 2018-2019 dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) masa jabatan 2020-2024, di periode pimpinan Presiden Joko Widodo (JOkowi)

Kini, dengan segudang pengalaman dan sepak terjangnya itu, Ruhaini ditunjuk sebagai Dubes RI untuk Uzbekistan dan Kyrgyztan. Ia dianggap sebagai sosok yang mampu menjalin diplomasi yang baik dengan negara-negara sahabat Indonesia.

Siti Ruhaini Dzuhayatin saat pengambilan sumpah/ikrar sebagai Duta Besar RI, pada Senin (24/3/2025) lalu. (Foto: IST)
Siti Ruhaini Dzuhayatin saat pengambilan sumpah/ikrar sebagai Duta Besar RI, pada Senin (24/3/2025) lalu. (Foto: IST)

Peran dalam Pengarusutamaan Gender di Muhammadiyah

Selain kiprah luar biasanya di dunia akademik dan aktivisme di tingkat internasional, Siti Ruhaini Dzuhayatin juga tercatat sebagai salah seorang tokoh perempuan yang berkontribusi cukup besar dalam pengarusutamaan gender dan isu-isu HAM di Persyarikatan Muhammadiyah.

Kedekatannya dengan keluarga besar Muhammadiyah lantaran latar belakang keluarganya, di mana sang ibu, yakni Muryati Sukardi, adalah tokoh perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Blora selama dua periode. Aisyiyah, sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah, memiliki peran besar dalam pemberdayaan perempuan, yang turut membentuk karakter dan perjuangan Ruhaini di dunia akademik serta sosial.

Kegigihan dalam advokasi Islam, gender, dan HAM, menjadikannya satu dari dua anggota perempuan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah pada tahun 1995-2000, sebuah posisi yang kurang lazim diduduki oleh perempuan kala itu. Dengan bekal keilmuan dan jejaring yang dibuat dengan para ulama dan ahli Islam yang berpandangan moderat, telah membuka jalan menerimaan kesetaraan gender di Muhammadiyah, baik secara wacana maupun dalam struktur Muhamamdiyah. Termasuk diakuinya Ketua PP Aisyiyah sebagai bagian dari PP Muhammadiyah.

Pada tahun 2010-2015, Ruhaini juga menjadi satu-satunya anggota Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti) PP Muhammadiyah. Ia juga dikenal gigih memperjuangkan hak beragama bagi mahasiswa non-Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA), terutama di wilayah Indonesia Bagian Timur, seperti di Kupang dan di Papua.

Publikasi Karya

Sebagai seorang akademisi dan aktivis kaliber internasional, Ruhaini dikenal sebagai sosok yang cukup produktif menelurkan karya-karya ilmiah dalam berbagai bentuk publikasi. Mulai opini, jurnal, hingga berbagai judul buku.

Beberapa jurnal ilmiah yang telah diterbitkannya, antara lain: Gender Glass Ceiling in Indonesia (2020), Islamism and Nationalism among Niqabis Women in Egypt and Indonesia (2020), Contesting the Politics of Identity (2017), Kesetaraan Gender (2012), dan Dinamika Ideologisasi Gender dalam Keputusan-keputusan Resmi Muhammadiyah (2012).

Adapun judul buku yang telah diterbitkannya, antara lain Rezim Gender Muhammadiyah (2015), yang kemudian juga diterbitkan sebagai Gender as a Social Regime in the Islamic Context – a Case Study of the Muhammadiyah pada tahun yang sama.

Akhir kata, selamat mengemban amanah baru Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin MA, semoga dapat menjalankan serta menunaikan seluruh tugas kenegaraan tersebut dengan baik dan lancar. Aamiin.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer