Menyambut Hadiah Indah: Merengkuh Makna Kematian dengan Ridha

Menyambut Hadiah Indah: Merengkuh Makna Kematian dengan Ridha

MAKLUMAT — Zikrul Maut, Zikrul Hayaat. Mengingat kematian adalah mengingat kehidupan. Beda mati dan wafat. Kata “mati” berhenti pada terputusnya nyawa dari jasad, sementara “wafat” membawa makna yang lebih dalam; sebuah perjalanan kembali kepada Ilahi. Kematian bukanlah titik akhir yang menakutkan, melainkan sebuah kepastian yang telah ditetapkan bagi setiap jiwa.

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, dalam sabdanya yang mulia, memberikan perspektif yang menakjubkan tentang hal ini. Beliau bersabda, “Kematian adalah hadiah bagi orang beriman.” (HR. Ibnu Majah). Bayangkan, sesuatu yang sering kita takuti justru disebut sebagai ‘hadiah’ bagi mereka yang beriman.

Dr. Suyoto, M.Si. (Kang Yoto)
Dr. Suyoto, M.Si. (Kang Yoto)

Lalu, siapakah mereka yang mampu menyambut hadiah agung ini dengan ridha?

Mereka adalah orang-orang yang telah mencapai pencerahan jiwa. Pertama, mereka yang memahami kesejatian kehidupan. Mereka menyadari bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, sebuah ladang untuk menabur amal kebajikan sebelum kembali ke kehidupan yang hakiki dan abadi.

Kedua, mereka yang merasa telah melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Bukan berarti sempurna tanpa dosa, tetapi mereka telah berjuang maksimal untuk taat kepada Allah, berbuat baik kepada sesama, dan meninggalkan jejak yang bermanfaat.

Ketiga, mereka yang merelakan apapun yang dimiliki dan dilakukan untuk kehidupan. Harta, jabatan, dan segala ikatan duniawi tidak lagi membelenggu hatinya. Semua diniatkan dan diikhlaskan hanya untuk mencari ridha Allah.

Baca Juga  Prabowo, Donald Trump, dan Masa Depan Dunia

Keempat, mereka yang memiliki husnuzan (prasangka baik) kepada Allah dan generasi yang ditinggalkan. Mereka yakin bahwa rahmat dan ampunan Allah Mahaluas, dan mereka juga percaya bahwa generasi penerusnya akan mampu melanjutkan estafet perjuangan dan kebaikan di dunia.

Pandangan Psikologi: Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Mengingat Kematian

Dalam perspektif psikologi modern, konsep mengingat kematian (death awareness) justru dapat menjadi kekuatan positif. Teori Manajemen Teror (Terror Management Theory) menyatakan bahwa kesadaran akan kematian dapat memotivasi individu untuk mencari makna hidup, memperkuat nilai-nilai budaya, dan meningkatkan harga diri.

Dalam pandangan psikologi klinis dijelaskan, “Individu yang secara sehat menerima kematian sebagai bagian dari kehidupan cenderung lebih resilien (tangguh) dan hidup lebih otentik. Mereka tidak terjebak dalam hal-hal sepele, lebih fokus pada hubungan yang bermakna, dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Dalam bahasa agama, ini selaras dengan konsep ‘Zikrul Maut’ yang mendorong manusia untuk hidup dengan penuh kesadaran dan tujuan.”

Dengan kata lain, mengingat kematian bukanlah sumber kecemasan patologis, melainkan sebuah ‘panggilan bangun’ yang mendorong kita untuk hidup dengan penuh makna dan kontribusi.

Pesan Indah dalam Islam

Al-Qur’an dan Hadis telah lama mengajarkan hal ini. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Setiap jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.” (QS. Ali ‘Imran: 185).

Baca Juga  Refleksi Maulid: Halal Kaffah untuk Peradaban Global

“Wahai jiwa yang tenang (nafsul muthma’innah)! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).

Ayat ini dengan indah menggambarkan kondisi ideal seorang mukmin ketika menyambut kematian: dalam keadaan tenang, ridha, dan diridhai.

Sementara itu, para ulama juga memberikan pencerahan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menegaskan bahwa orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk menghadapinya. Dengan mengingat kematian, hati akan lunak, ambisi duniawi akan terkikis, dan semangat untuk beribadah akan menguat.

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani juga menyatakan, “Barangsiapa yang takut kepada Allah, dia tidak akan takut pada selain-Nya. Dan barangsiapa yang takut pada kematian, berarti dia masih mencintai dunia.”

Penutup

Ternyata penting menjadikan kematian bukan sebagai momok, tetapi sebagai pengingat dan motivator. Zikrul Maut adalah energi untuk menjadikan Zikrul Hayaat (mengingat kehidupan) kita lebih bermakna. Dengan mempersiapkan diri, memperbanyak amal shaleh, dan membersihkan hati, insya Allah kita akan termasuk dalam golongan orang-orang beriman yang mampu menyambut ‘hadiah’ dari Sang Kekasih, Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan hati yang ridha dan penuh sukacita. Semoga kita semua diwafatkan dalam keadaan khusnul khatimah.

Jakarta, 31 Oktober 2025

*) Penulis: Dr. Suyoto, M.Si. (Kang Yoto)
Bupati Bojonegoro 2008–2018; Chancellor United in Diversity; Pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *