WARGA Muhammadiyah terkadang sangat pandai dan tinggi ketika berbicara tentang politik. Namun, dalam hal-hal praktis tentang keterpengaruhan mengalami kemandegan. Itulah yang disampaikan Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy dalam Regional Meeting 2 LHKP PWM Jatim di Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO), Ahad (30/7/2023). Kegiatan tersebut melibatkan LHKP PDM Ponorogo, Magetan, Ngawi, Pacitan, dan Trenggalek.
”Warga Muhammadiyah itu kadang sangat di awang-awang kalau bicara politik, tapi pada hal-hal yang praktis tentang keterpengaruhan kita ini masih stuck, bahkan tidak bisa memengaruhi orang-orang terdekat kita,” ujar Mirdasy.
”Kita ini kadang-kadang dalam ber-Muhammadiyah, selalu mengaku bahwa ber-Muhammadiyah, mengaku orang Muhammadiyah, tokoh Muhammadiyah, atau tokoh Aisyiyah, tapi sepuluh rumah di sekitar rumah kita tidak ada satu pun yang terpengaruh dengan kita dalam ber-Muhammadiyah atau ber-Aisyiyah itu, kita tidak bisa memengaruhi tetangga kita,” lanjutnya.
Menurut Mirdasy, dakwah yang dulu dilakukan para nabi dan rasul biasanya dimulai dari orang-orang terdekat. ”Memengaruhi orang-orang sekitarnya, sehingga saat berperang itu ketika takbir Allahu akbar itu di belakang mereka banyak pengikutnya, lha kita ini ibarat kalau takbir Allahu akbar tapi kita tengok ke belakang kita, kok ternyata kita gak punya pengikut yang membantu kita berperang itu,” katanya disambut tawa para peserta Regional Meeting 2.
Membangun Kesadaran Politik di Dalam Muhammadiyah
Mirdasy menyebut, Muhammadiyah seringkali dianggap sebagai kumpulan orang-orang yang terpelajar, para intelektual. Tetapi ketika bicara terkait politik, terkadang masih jumud. ”Lha kok tiba-tiba langsung hilang akal,” selorohnya.
Mantan Ketua DPW Partai Perindo Jatim itu lantas mencontohkan, pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan yang pada dasarnya adalah orang keraton, seorang abdi dalem yang hidup di lingkungan keraton atau lingkungan pemerintahan, yang mampu mengkritik pemerintahan namun tetap bertahan di lahan juangnya.
“Tapi beliau itu kan mengkritik pemerintahan dan beliau tidak meninggalkan pemerintahan, tidak meninggalkan keraton, lha kita ini di Muhammadiyah kadang-kadang bicara politik, mengkritik pemerintahan tapi jadi anti pemerintahan, malah meninggalkan pemerintahan, meninggalkan arena perjuangan itu,” kisahnya.
Mirdasy mengajak kepada pada kader dan pimpinan Muhammadiyah, untuk bersama-sama membangun kesadaran politik di dalam Muhammadiyah, sehingga kedepan bukan hanya pandai berbicara terkait politik, tetapi juga dalam aspek praktisnya mampu berbuat dan berpengaruh besar.
Sebab, sendi kehidupan adalah hasil dari keputusan-keputusan politik, sehingga Muhammadiyah menurut dia harus memiliki banyak sosok yang menjadi wakil Muhammadiyah untuk memperjuangkan keputusan politik dan kebijakan-kebijakan publik yang pro-rakyat.
“Misalnya Pak Muhadjir Effendy hari ini bicara tentang stunting, itu juga erat kaitannya dengan politik, yakni adalah bagaimana politik harus bisa memengaruhi pemenuhan gizi anak-anak,” sebutnya.
Maka, lanjut Mirdasy, sangat penting bagi Muhammadiyah untuk harus memiliki perwakilan sebagai anggota legislatif, karena itu berkaitan dengan kebijakan publik yang nanti akan dihasilkan dan diimplementasikan di masyarakat. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Mohammad Ilham