PERAN kebangsaan secara partisipatif menjadi suatu tradisi yang melekat dan telah dilaksanakan oleh Muhammadiyah sejak organisasi tersebut didirikan. Bentuk dari komitmen itu adalah berupa keterlibatan Persyarikatan sebagai elemen masyarakat sipil dalam memantau dan mengawal arah suatu kebijakan.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Dr Busyro Muqoddas, pembentukan kebijakan publik yang ideal bukan hanya berasal dari good governance, akan tetapi juga dari keterlibatan masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah dan lembaga, organisasi, atau kelompok masyarakat lainnya.
Busyro berharap, agar komitmen dan peran-peran tersebut senantiasa dijaga dan dikembangkan oleh Muhammadiyah, melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP), yang bersentuhan langsung dengan permasalahan-permasalahan kebangsaan.
“Muhammadiyah sudah memulai menerapkan konsep ini sejak 111 tahun yang lalu, dan akan terus berlanjut. Karena variabel negara, terutama variabel politik praktis itu sangat cepat berubah. Lain halnya dengan Muhammadiyah yang insyaAllah akan selalu konsisten, karena yang diupayakan juga merupakan bagian dari amanah Allah,” ujarnya saat menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LHKP di Yogyakarta, Ahad (1/10/2023) lalu.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menilai, perlu adanya upaya-upaya advokasi terkait kebijakan publik secara menyeluruh yang mampu menjangkau hingga ke lembaga-lembaga di daerah, sebagai bentuk upaya untuk membantu pemerintah mewujudkan good governance dan demokrasi yang sehat.
“LHKP juga perlu melakukan sinergi dengan berbagai lembaga di luar Muhammadiyah, baik itu dari sektor pendidikan, penelitian, maupun LSM. Masing-masing di antara mereka memiliki kekayaan yang tidak kita miliki, dan dapat melengkapi hal-hal yang dianggap masih kurang di Muhammadiyah,” kata Busyro.
Berkaitan dengan hasil Rakernas, Busyro menegaskan, penting untuk menerjemahkan agenda strategis pasca Muktamar ke-48 di Solo. Dia berharap, ke depan LHKP dapat melakukan agenda-agenda advokasi kebijakan publik yang sarat dengan nilai-nilai utama ajaran Islam, sebagai bentuk eksistensi, komitmen dan peran Muhammadiyah dalam konteks kebangsaan.
“Islam merupakan agama yang berintegritas, memiliki harga diri yang tinggi. Namun Islam juga tidak ‘mahal’, kita harus tetap ramah terhadap lingkungan sekitar dan mengimplementasikan tafsir dari surat Al-Ma’un dengan lebih komprehensif dan elaboratif,” tandasnya.
Senada dengan dia, Ketua LHKP PP Muhammadiyah Dr phil Ridho Al-Hamdi menegaskan komitmennya. Dia menyebut, LHKP akan mengawal isu politik kebangsaan sampai ke tingkat daerah, serta akan mendorong kader-kader yang matang dengan visi Al-Ma’un dan berwawasan lingkungan —yang disebutnya sebagai visi Al-Ma’un Hijau— untuk terjun langsung dalam kontestasi politik.
“Keputusan ini merupakan hasil sidang beberapa komisi di LHKP, sehingga harapannya kita dapat menjadi manusia ekologis dan dapat melanjutkan teologi dari surat Al-Ma’un. Ini juga sesuai dengan agenda dari LHKP, yang mana sebagian di antaranya adalah program pengawalan isu kebijakan publik termasuk isu sumber daya alam,” tegas Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.(*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto