KETUA Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir menyampaikan maklumat perihal penentuan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah. Di mana Muhammadiyah akan berlebaran pada hari Rabu, 10 April 2024 mendatang.
Pengumuman itu seperti dilansir dari siaran pers PP Muhammadiyah yang ditayangkan Muhammadiyah Channel pada Sabtu (6/4/2024) malam.
Prof Haedar dalam kesempatan itu mengajak seluruh umat Islam untuk menyikapi kemungkinan terjadinya persamaan maupun perbedaan secara arif dan bijaksana.
“Kenapa Muhammadiyah mengumumkan sekarang? Dan mungkin ada yang bertanya (kok) mendahului?” buka Haedar mengawali.
“Kami PP Muhammadiyah tidak mendahului siapapun. Jadi pengumuman dan maklumat ini hal yang lumrah terjadi pada setiap tahun sebagaimana juga berbagai organisasi Islam, bahkan negara, itu mengeluarkan kalender, baik kalender hijriyah atau mungkin juga kalender miladiah, baik di tingkat suatu negara maupun di tingkat global,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, Maklumat PP Muhammadiyah dilakukan tanpa harus menunggu pelaksanaan sidang isbat sebagaimana yang dilakukan pemerintah. Sebab, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan itu menggunakan metode hisab, lebih tepatnya adalah metode hisab hakiki wujudul hilal.
Maka dari itu, Guru Besar Bidang Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu berharap agar soal tersebut tidak lagi menjadi polemik di kalangan umat Islam. Sebab memang terdapat perbedaan penggunaan metode.
“Penegasan ini perlu kami sampaikan agar tidak lagi menjadi diskusi, apalagi polemik, kok Muhammadiyah mendahului? Karena tidak ada yang kami dahului. Dan sebaliknya juga, tidak ada yang kami tinggalkan,” ungkapnya.
Menurut Prof Haedar, kemungkinan terjadinya perbedaan maupun persamaan dalam penentuan Ramadan, Idul Fitri (Syawal), maupun awal Dzulhijjah dan Idul Adha adalah hal yang lumrah. Hampir di setiap tahun terdapat perbedaan maupun persamaan dengan kelompok-kelompok Islam lain di tanah air.
“Maka, baik persamaan dan perbedaan itu harus sudah menjadikan kaum muslim itu untuk terbiasa toleran, tasamuh, bahkan tanawuk (menyikapi perbedaan cara dalam menjalankan ibadah),” jelasnya.
Pesan ini, kata Prof Haedar, harusnya justru semakin memperkuat niat kita dalam beribadah. Sebab, bagaimanapun selama masih ada perbedaan metode, menurut dia, akan juga selalu terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadan, Idul Fitri maupun Idul Adha.
Lebih lanjut, Prof Haedar juga menyampaikan, Muhammadiyah telah secara terbuka menawarkan solusi terkait problem perbedaan tersebut, yakni melalui penyusunan kalender Islam global.
“Nah, Muhammadiyah selama ini secara terbuka, demokratis dan argumentatif memberikan solusi, yakni disusunnya dan diterimanya kalender global internasional, kalender islam unifikasi, yang tentu ini memerlukan proses terus-menerus,” tegasnya.
Prof Haedar menyebut, upaya penyatuan dan penyusunan kalender Islam global tersebut sejatinya telah dimulai pada pertemuan antar organisasi dan negara Islam di Turki tahun 2016 lalu.
“Tetapi untuk perwujudan satu kalender Islam global itu memerlukan waktu. Sehingga kalau memiliki satu kalender global itu, seperti juga kalender miladiah. Tidak lagi ada perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi kegiatan-kegiatan yang bersifat membuat kita menjadi ikhtilaf, berbeda di dalam penentuan. Dan ini adalah hutang peradaban umat Islam,” tandasnya.
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto