Negara Rugi Karena Gaji Ganda, 4.132 Polisi Aktif Harus Mundur dari Jabatan Sipil

Negara Rugi Karena Gaji Ganda, 4.132 Polisi Aktif Harus Mundur dari Jabatan Sipil

MAKLUMATDesakan publik semakin keras agar pemerintah segera mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil. Sorotan kali ini bukan hanya soal supremasi sipil, tetapi karena praktik rangkap jabatan itu dinilai membebani keuangan negara dalam skala besar.

Data menunjukkan 4.132 polisi aktif masih memegang jabatan sipil. Kondisi ini membuat negara membayar dua sumber gaji untuk satu personel, yakni gaji kepolisian dan gaji dari instansi sipil tempat mereka ditempatkan.

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai rangkap jabatan tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran yang harus dihentikan.

“Polisi aktif di jabatan sipil menerima dua pendapatan sekaligus. Itu double spending dan jelas merugikan negara,” tegas Fickar, Senin (17/11).

Celah hukum yang selama ini memungkinkan penugasan polisi aktif ke jabatan sipil sudah ditutup MK. Putusan terbaru menegaskan bahwa setiap anggota Polri yang menjabat posisi sipil wajib mundur atau pensiun dini.

Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) ikut menekan pemerintah agar tidak menunda pelaksanaan putusan tersebut. Negara telah terlalu lama membayar sesuatu yang tidak seharusnya dibayar.

“Putusan MK harus dijalankan. Tidak boleh ada pembiaran lagi,” tegas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso

Menurut Sugeng, jumlah 4.132 personel itu bukan sekadar data administratif, tetapi cerminan kebocoran anggaran yang harus segera dihentikan demi efisiensi dan tata kelola jabatan publik yang sehat.

Baca Juga  Realisasi Investasi Surabaya Tahun 2024 Capai Rp40,47 T

Ia mengungkapkan pemerintah tidak memiliki alasan logis untuk menunda pelaksanaan putusan MK. Jabatan sipil selayaknya diisi unsur sipil demi menjaga independensi Lembaga, dan menghindari dominasi aparat keamanan yang bisa mengacaukan keseimbangan birokrasi.

Meski ada potensi kekosongan jabatan di sejumlah instansi, banyak pihak menilai risiko itu pantas diambil demi menghentikan praktik gaji ganda dan memperbaiki mekanisme penugasan aparatur negara.

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *