MAKLUMAT – Nama Dr. Lia Istifhama atau yang akrab disapa Ning Lia makin mencuri perhatian publik. Senator asal Jawa Timur itu mencetak sejarah sebagai perempuan dengan raihan suara tertinggi nasional dalam Pemilu 2024 untuk kategori non-petahana. Total suaranya menembus 2.739.123.
Namun, bukan sekadar angka yang membuatnya menonjol. Ning Lia dikenal konsisten menapaki jalur politik berbeda. Ia mengusung pendekatan politik “mudun ngisor”, politik yang berpijak langsung ke rakyat bawah.
“Kalau kita mau dipercaya, kita harus hadir di tengah masyarakat, bukan hanya datang saat butuh suara,” tegas Ning Lia saat diwawancarai Maklumat.id, Jumat (1/8/2025).
Ia menolak gaya politik elitis dan seremonial. Bagi Ning Lia, politik bukan sekadar rapat dan pidato. Ia rajin blusukan ke berbagai kota dan kabupaten di Jawa Timur. Bahkan, dalam sehari, ia bisa hadir di dua hingga tiga lokasi. Kunci pendekatannya: komunikasi dua arah.
Tak hanya menyerap aspirasi rakyat, Ning Lia juga menyoroti isu krusial di sektor ekonomi: premanisme di industri pembiayaan.
Menurutnya, kini banyak perusahaan leasing enggan menyalurkan pembiayaan karena maraknya oknum ormas yang melindungi nasabah bermasalah. Beberapa nasabah bahkan dilaporkan membayar “uang keamanan” agar tidak ditagih lagi.
“Ini premanisme keuangan yang dibiarkan tumbuh karena lemahnya penegakan hukum,” kata kemenakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu.
Jangan Remehkan Pembiayaan Macet
Fenomena itu, menurutnya, sangat berbahaya. Ia menilai pembiayaan konsumen adalah urat nadi perputaran ekonomi nasional, khususnya di sektor UMKM, ritel, dan otomotif.
“Kalau pembiayaan macet, ekonomi stagnan. Jangan anggap sepele,” ujarnya.
Ia menambahkan, praktik oknum ormas yang membekingi nasabah gagal bayar berpotensi memicu krisis kepercayaan. Jika terus dibiarkan, hal itu bisa menurunkan minat investasi dan memperlemah industri pembiayaan.
Ning Lia mendesak Kementerian Keuangan, OJK, dan aparat penegak hukum segera turun tangan. Penindakan harus tegas dan menyentuh akar persoalan. Ia juga menyoroti rendahnya literasi keuangan masyarakat.
“Kontrak pembiayaan itu sah secara hukum. Menghindar dari kewajiban, apalagi pakai kekuatan eksternal, jelas melanggar hukum,” tegas putri almarhum KH Maskjur Hasjim, tokoh NU Jawa Timur.
Ning Lia mengingatkan, bila negara abai, sektor keuangan bisa runtuh dari dalam akibat praktik-praktik menyimpang yang dibiarkan tanpa tindakan tegas.***