Pakar dan BPOM Buka Suara soal Indomie di Taiwan Mengandung Etilen Oksida

Pakar dan BPOM Buka Suara soal Indomie di Taiwan Mengandung Etilen Oksida

MAKLUMAT – Taiwan baru-baru ini menemukan residu pestisida etilen oksida (ETO) pada satu batch mi instan Indomie varian Soto Banjar Limau Kulit asal Indonesia. Otoritas setempat menilai kadar residu itu tidak memenuhi standar keamanan pangan mereka.

Pakar Biokimia Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Baterun Kunsah menjelaskan etilen oksida lazim dipakai industri sebagai agen sterilisasi, terutama untuk rempah-rempah, kacang-kacangan, hingga kemasan. Meski bermanfaat membunuh mikroba, ETO dilarang digunakan langsung pada pangan karena bisa membahayakan kesehatan.

“ETO pada makanan biasanya ditemukan sebagai residu, misalnya dari proses sterilisasi rempah, kacang-kacangan, mi instan, hingga produk es krim. Jika masuk ke tubuh, zat ini dimetabolisme menjadi etilen glikol dan produk turunan lain, lalu diekskresikan melalui urin atau napas. Walau waktu paruhnya dalam darah manusia hanya sekitar 42 menit, paparan tinggi dan berulang dapat menimbulkan stres oksidatif yang merusak sel dan DNA,” jelas Kunsah dikutip dari laman UM Surabaya pada Senin (15/9/2025).

BPOM RI menetapkan batas maksimal residu ETO dalam pangan olahan sebesar 0,01 ppm. Untuk turunan utamanya, 2-kloroetanol (2-CE), batasan mencapai 85 ppm untuk produk kategori pasta dan mi pra-masak.

Kunsah menegaskan dampak kesehatan dari paparan jangka panjang ETO sangat serius. “ETO termasuk karsinogen golongan 1 menurut WHO, artinya sudah pasti dapat menyebabkan kanker pada manusia. Risiko yang ditimbulkan antara lain kanker darah seperti leukemia dan limfoma, kanker payudara, gangguan reproduksi hingga keguguran. Pada paparan tinggi, efek akut juga bisa muncul berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, iritasi kulit, bahkan luka bakar organ,” imbuhnya.

Baca Juga  Gula Ternyata Ampuh untuk Kecantikan Wajah, Ini 4 Manfaatnya!

Ia menambahkan, individu dengan sistem antioksidan tubuh yang lemah berisiko lebih besar mengalami kerusakan genetik akibat paparan ETO. “Karena itu, masyarakat perlu lebih waspada terhadap keamanan pangan, sementara produsen diharapkan semakin ketat menjaga standar kualitas untuk melindungi konsumen,” pungkasnya.

BPOM juga memberi penjelasan resmi. BPOM menyebut produk yang terdeteksi di Taiwan bukan hasil ekspor resmi produsen. Produk diduga masuk lewat trader tanpa sepengetahuan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produsen kini menelusuri bahan baku dan penyebab temuan, lalu akan melaporkannya ke BPOM.

BPOM menegaskan standar Taiwan berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Taiwan melarang ETO total, sedangkan negara lain memisahkan syarat ETO dengan 2-kloroetanol. Hingga kini, Codex Alimentarius Commission (CAC) juga belum mengatur batas maksimal residu ETO.

Lembaga itu memastikan varian Indomie yang dipermasalahkan tetap memiliki izin edar di Indonesia. Artinya, produk tersebut masih boleh dipasarkan dan dikonsumsi.

BPOM mengimbau masyarakat tetap bijak menyikapi informasi ini. Konsumen juga diminta menerapkan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, Kedaluwarsa) sebelum membeli produk pangan. “Baca informasi nilai gizi dan takaran saji agar lebih bijak memilih,” tulis BPOM dalam keterangannya.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *