
MAKLUMAT — Muhammadiyah mendorong lahirnya panduan etika berdakwah bagi para mubaligh untuk menjaga integritas dakwah Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Panduan ini dianggap penting untuk memastikan dakwah tidak hanya efektif, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai Islam yang santun dan membawa kedamaian.
Panduan etika ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Etika Dakwah dalam Menyampaikan Pesan Islam” yang digelar Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Jumat (27/12/2024). Diskusi menghadirkan dua narasumber utama, yakni Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Dr. M. Sholihin Fanani, M.PSDM, dan Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Timur, Dr. Syamsul Ma’arif, M.PSDM.
“Mubaligh memiliki peran strategis dalam memberikan pencerahan kepada umat. Oleh karena itu, panduan etika ini menjadi kebutuhan mendesak,” ujar Sholihin Fanani.
Ia menambahkan, sejumlah tantangan dalam dunia dakwah saat ini, seperti materi yang provokatif atau penyampaian yang tidak santun, dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap Islam. Menurut Sholihin, panduan ini akan membantu memastikan mubaligh menjalankan perannya dengan baik.
Dalam penyampaian materinya, Sholihin menggarisbawahi tiga poin utama. Pertama, mubaligh harus menjadi teladan. Baik di atas mimbar maupun dalam kehidupan sehari-hari. “Pendekatan yang santun dan tidak menyinggung pihak lain sangat penting,” tegasnya.
Kedua, mubaligh harus menyampaikan materi dakwah yang memupuk persatuan umat dan menghindari hal-hal yang dapat memecah belah.
Ketiga, mubaligh wajib terus meningkatkan kapasitas keilmuan mereka agar dapat memberikan materi yang relevan dan berbobot.
Sementara itu, Syamsul Ma’arif menyebut panduan ini sebagai pedoman untuk menjaga efektivitas dan dampak positif dakwah di tengah masyarakat. “Berdakwah itu harus mencerahkan dan menggembirakan, bukan memprovokasi,” ujarnya.
Panduan Etika
Ia menambahkan bahwa panduan etika tersebut mencakup tiga aspek utama. Pertama, adab dalam berdakwah, termasuk penggunaan bahasa yang santun dan tidak menyinggung isu SARA.
Kedua, pemahaman konteks lokal dan global agar materi dakwah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, komitmen terhadap prinsip-prinsip Islam yang membawa nilai-nilai kedamaian.
“Setiap mubaligh perlu mengenali dirinya, memahami audiensnya, dan mengembangkan gaya pribadi yang sesuai agar dakwah lebih efektif,” katanya.
Muhammadiyah juga mendorong agar panduan ini disosialisasikan melalui pelatihan atau forum diskusi yang melibatkan para mubaligh. Evaluasi berkala terhadap implementasi panduan ini, menurut Syamsul, penting untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya di lapangan.
Dengan panduan etika ini, Muhammadiyah berharap dakwah para mubaligh dapat memberikan dampak positif yang lebih luas bagi umat dan bangsa.