MAKLUMAT — Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, mengaku prihatin dan keberatan atas kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memutasi sejumlah dokter anggota IDI di Rumah Sakit (RS) vertikal secara mendadak.
Slamet menyebut bahwa mutasi tersebut dilakukan secara sepihak tanpa penjelasan yang memadai. Kasus belakangan yang disoroti adalah pemberhentian mendadak seorang dokter di Rumah Sakit H Adam Malik Medan, Sumatera Utara (Sumut), serta beberapa dokter anggota IDI di RS vertikal yang dimutasi mendadak.
“Tindakan dan keputusan secara sepihak oleh Kementerian Kesehatan ini dinilai kontraproduktif dan dapat berdampak negatif terhadap layanan kesehatan di rumah sakit vertikal tersebut,” ujar Slamet dalam keterangannya, Senin (5/5/2025).
Hak Berpendapat dan Memberi Masukan Konstruktif
Lebih lanjut, PB IDI menilai bahwa dokter memiliki hak menyampaikan pendapat dan masukan konstruktif terhadap kebijakan pemerintah, terutama jika berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Slamet juga mengingatkan bahwa keputusan mutasi mendadak dapat menciptakan ketidakpastian dan mengganggu stabilitas layanan rumah sakit.
“Sebagai organisasi profesi, kami mendorong dialog antara Kementerian Kesehatan dan medis untuk mencapai kesepakatan memberi manfaat kesehatan bagi tenaga masyarakat,” terang pria yang juga menjabat Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah itu.
Slamet menekankan bahwa PB IDI secara tegas meminta Kemenkes menghormati dan melindungi hak dokter dalam menyampaikan pendapat dan terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
Tak hanya itu, ia juga mendesak Kemenkes untuk meninjau kembali keputusan mutasi dan pemberhentian yang telah diambil.
“Sebagai bentuk keprihatinan atas tindakan dan keputusan sepihak dari Kementerian Kesehatan, PB IDI meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk meninjau kembali dan membatalkan keputusan mutasi dan pemberhentian terhadap dokter tersebut demi kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat,” tandas Slamet.
Polemik Pemindahan dr Piprim
Kasus lain yang mencuat adalah pemindahan dr Piprim Basarah Yanuarso, yang merupakan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dimutasi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF). Menurut Kemenkes, langkah tersebut diambil untuk memenuhi kebutuhan mendesak di RSF.
Namun, di media sosial beredar pendapat yang menyebut bahwa pemindahan itu terkait sikap IDAI, yang disebut-sebut menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI, dr Rizky Adriansyah, menilai pemindahan tersebut berdampak pada kualitas pendidikan dokter subspesialis kardiologi anak.
“Dokter Piprim tak bisa lagi mendidik para calon dokter subspesialis kardiologi anak di RSCM, sedangkan di RSF sendiri, jangankan pendidikan dokter subspesialis kardiologinya, layanan jantung anaknya juga belum terlaksana paripurna,” ujar Rizky.
Ia juga menilai langkah pemindahan seharusnya diarahkan ke daerah yang masih kekurangan layanan jantung anak, bukan di Jakarta yang sudah memiliki fasilitas memadai. Kendati demikian, Rizky menegaskan bahwa sikap IDAI terhadap kolegium tidak akan berubah.
Rizky sendiri kemudian diberhentikan dari posisinya di Rumah Sakit Adam Malik. Terkait hal tersebut, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes, Widyawati, menegaskan bahwa mutasi bukan bentuk tekanan atau pembungkaman.
“Kemenkes membuka ruang dialog dengan seluruh organisasi profesi, termasuk IDAI. Namun, penggunaan organisasi profesi sebagai alat untuk menekan kebijakan publik demi kepentingan individu adalah hal yang tidak dapat dibenarkan,” kata Widyawati, dilansir Antara.
Menurutnya, rotasi ASN merupakan bagian dari pengelolaan SDM untuk efisiensi dan pemerataan layanan kesehatan bagi masyarakat.