23.6 C
Malang
Sabtu, November 23, 2024
KilasPemerintah Bolehkan Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi

Pemerintah Bolehkan Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi

PEMERINTAH membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan si korban hamil.

Izin aborsi itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana,” demikian bunyi Pasal 116 seperti dikutip, Selasa (30/7/2024).

Menurut PP tersebut, kedaruratan medis harus diindikasikan dengan kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu serta kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak bisa diperbaiki. Sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.

“Kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual harus dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya,” Tarang pasal tersebut.

Sedangkan, dikutip dari Pasal 118 huruf b, aborsi juga dapat dilakukan dengan keterangan penyidik mengenai dugaan perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Kemudian, dari Pasal 119, pelaksanaan aborsi hanya dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan.

“Dalam proses pelayanan aborsi harus diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan,” jelas pasal tersebut.

Selanjutnya, dikutip dari Pasal 121 ayat 3, tim pertimbangan ini harus diketuai oleh komite medik rumah sakit dengan anggota tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

“Korban tindak pidana kekerasan seksual yang hendak melakukan aborsi harus mendapat pendampingan konseling,” tegas pasal ini.

Dikutip dari Pasal 124 ayat 1, apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi berhak mendapat pendampingan hingga persalinan.

“Anak yang dilahirkan berhak diasuh oleh ibu atau keluarganya, namun bila tak mampu dapat diasuh oleh lembaga pengasuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” urai pasal tersebut.

Sumber: Tirto 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer