MAKLUMAT — Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama DPRD Kota Surabaya menandatangani dua nota kesepakatan dalam rapat paripurna di Gedung DPRD, Selasa (5/8/2025). Nota tersebut mencakup Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk APBD Tahun Anggaran 2025.
Penandatanganan dilakukan langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, bersama pimpinan DPRD Kota Surabaya. Usai rapat, Eri menyampaikan bahwa kesepakatan ini menjadi pijakan dalam proses pembahasan selanjutnya.
“Alhamdulillah hari ini sudah ada kesepakatan terhadap KUA-PPAS. Sehingga setelah ini akan ada tindak lanjut dan terkait dengan masuknya perubahan anggaran keuangan akan dibahas kembali,” ujar Eri dalam keterangannya, Rabu (6/8/2025).
Ia menegaskan bahwa kerja sama antara eksekutif dan legislatif dilakukan semata-mata untuk masyarakat. “Kami punya semangat bersama DPRD, apapun yang kita lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, tidak ada kepentingan lainnya,” tegasnya.
Dalam rapat tersebut, Eri juga memaparkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama: daya beli, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor-impor. Tiga dari empat faktor itu, menurutnya, sedang melemah, sehingga belanja pemerintah perlu digerakkan secara masif untuk menjaga perputaran ekonomi.
“Hari ini mau tidak mau yang tiga faktor ini turun semua, maka kita harus bisa menggerakkan belanja pemerintah. Dan belanja pemerintah itu bagaimana bisa mengkapitalisasi menjadi sebuah pergerakan ekonomi dengan pergerakan infrastruktur, untuk mendukung yang tiga tadi biar bergerak sangat masif,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa untuk mempercepat pembangunan, penambahan anggaran melalui skema pinjaman daerah menjadi pilihan yang realistis. Pinjaman ini antara lain akan difokuskan pada penanganan banjir, perbaikan infrastruktur jalan, dan Penerangan Jalan Umum (PJU).
“Karena seperti saya sampaikan, tidak boleh belanja itu berhenti meskipun pendapatan dari pusat atau dari provinsi turun. Kita harus berani kalau itu untuk menggerakkan ekonomi dan kepentingan masyarakat, harus kita jalankan,” katanya.
Pemkot mengajukan pinjaman sebesar Rp452 miliar. Eri optimistis langkah ini akan mempercepat pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia memberi contoh bahwa pembangunan yang ditunda justru akan membebani keuangan di masa mendatang.
“Kalau proyek Rp1 miliar hari ini dikerjakan pada tahun ketujuh, maka besarnya nilai proyek itu akan jauh lebih tinggi daripada nilai yang sekarang, plus dengan kita melakukan pinjaman,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa pengajuan pinjaman telah melalui kajian regulatif yang sesuai dengan arahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemkot dan DPRD disebut telah mendapatkan dukungan tertulis dari kementerian tersebut.
“Tapi kemarin adalah bagaimana kita memikirkan bahwa ini tidak melanggar sebuah aturan, regulasi. Alhamdulillah yang kita lakukan, DPRD dan pemkot, tidak melanggar regulasi, karena sudah ada surat tertulis dari Kemendagri untuk melaksanakan itu, bahkan kita didukung,” tegasnya.
Langkah Pemkot Surabaya, menurutnya, bukanlah hal yang tunggal. Beberapa daerah di Jawa Timur juga mengambil kebijakan serupa, bahkan dengan nilai pinjaman yang lebih besar.
“Sekarang ini banyak pemerintahan yang melakukan hal sama, ada daerah yang melakukan hal yang sama. Bahkan (pinjaman yang) kita ajukan masih lebih kecil daripada daerah-daerah lainnya,” ujarnya.
Ia memastikan proyek-proyek hasil pinjaman daerah akan selesai dalam masa jabatannya. Hal ini dilakukan agar tidak membebani pemerintahan selanjutnya.
“Kita punya semangat yang sama dengan DPRD, apapun demi rakyat Surabaya kita lakukan. Tapi dengan catatan bahwa itu harus diselesaikan dalam waktu jabatan lima tahun saya. Saya tidak ingin membebani kepada pemerintahan yang baru setelah jabatan saya selesai,” imbuhnya.
Kebutuhan anggaran untuk menuntaskan persoalan infrastruktur di Surabaya diperkirakan mencapai Rp20 triliun. Dari target APBD 2025 sebesar Rp12,3 triliun, hanya tersisa Rp1,7 triliun setelah dikurangi belanja wajib seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, Rutilahu, dan beasiswa.
“Kalau butuh anggaran Rp20 triliun berarti dikerjakan dalam 20 tahun. Kalau dikerjakan dalam waktu 20 tahun, maka bayangkan di titik tahun ke-20 nilai proyek yang hari ini Rp1 miliar, 20 tahun ke depan akan seperti apa,” paparnya.
“Maka hadirnya pemerintah, baik itu DPRD dan pemerintah kota, harus berani mencari solusi, bagaimana untuk kepentingan masyarakat jauh di atas kepentingan pribadi dan golongan,” pungkasnya.