Pemuda dan Mahasiswa Surabaya Tandatangani Dukungan Sahkan RUU Perampasan Aset

Pemuda dan Mahasiswa Surabaya Tandatangani Dukungan Sahkan RUU Perampasan Aset

MAKLUMAT — Ratusan pemuda serta mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi menandatangani dukungan untuk mendorong segera disahkannya RUU Perampasan Aset, Sabtu (27/9/2025).

PPenandatanganan tersebut dilakukan usai Dialog Interaktif Pemuda dan Mahasiswa bertajuk ‘Sahkan RUU Perampasan Aset’ di Aula Solidaritas, Basecamp Sekretariat DPD PSI Kota Surabaya.

Mengangkat tema “Sahkan RUU Perampasan Aset: Jalan Menuju Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat,” forum tersebut menjadi ruang berbagi keresahan soal kelanjutan dari RUU yang diabaikan DPR selama 17 tahun itu.

Ketua DPD PSI Kota Surabaya, Shobikin Amin menegaskan bahwa isu yang diangkat dalam diskusi tersebut menyentuh persoalan mendasar bangsa.

Ia menyebut bahwa keadilan sosial tidak mungkin terwujud jika praktik korupsi masih terus mengakar dan tidak segera diberantas.

“Kita membahas isu ini, sebuah isu yang sangat seksi dan strategis. Masalah ini yang paling krusial di negeri ini terkait keadilan dan kesejahteraan,” ujarnya.

Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah narasumber kompeten di bidang hukum dan politik. Mereka adalah Dosen Politik Unair, Dr Suko Widodo, Dekan Fakultas Hukum Universitas Narotama, Dr Rusdianto Sesung dan Ketua Fraksi PSI DPRD Surabaya, Josiah Michael. Beberapa peserta diskusi juga terlihat menyampaikan pandangan mereka yang kemudian ditanggapi oleh para narasumber.

Josiah Michael menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset seharusnya dipahami secara lebih luas daripada sekadar instrumen pemberantasan korupsi. Ia menekankan bahwa RUU ini juga akan menyasar berbagai tindak pidana lain yang secara langsung merugikan keuangan negara. Menurutnya, aspek ini penting agar publik tidak hanya memandang isu korupsi sebagai satu-satunya masalah besar.

Baca Juga  Menkum Supratman: RUU Perampasan Aset Masuk Usulan Prolegnas 2025-2029

RUU ini memiliki keterkaitan dengan tindak kejahatan lain yang selama ini tidak tersentuh. “Kalau kita berbicara RUU ini, sebenarnya bukan hanya korupsi. Tapi juga semua tindak pidana yang merugikan negara. Penyelenggaraan negara hanyalah salah satunya,” katanya.

Sementara itu, Dr. Rusdianto Sesung, menegaskan bahwa lambannya pembahasan RUU Perampasan Aset tidak terlepas dari sikap elite politik yang belum merasa benar-benar tertekan oleh publik. Ia menilai dorongan masyarakat menjadi kunci agar rancangan aturan itu segera disahkan.

“Hukum kita harus menjadi panglima bagi jalannya demokrasi. Kenapa kok ini lama? Yaitu karena tidak ada tekanan besar yang membuat gusar para elite-elite kekuasaan. Kita harus terus menekan mereka,” ujarnya.

Menurut Rusdianto, produk hukum tidak lahir di ruang hampa. Hukum selalu memiliki warna politik, yang ditentukan oleh siapa yang sedang berkuasa. Bukan berarti masyarakat tidak punya power, namun justru di situlah peran rakyat untuk mendikte penguasa. Bukan malah sebaliknya.

Sedangkan Dr. Suko Widodo, mengingatkan agar perjuangan mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset tidak berhenti sebagai agenda simbolik belaka. Sebab selama ini sudah sangat banyak sekali gimmick di aktivitas politik yang berlangsung. Ia menilai bahwa kecenderungan dunia politik masih sering kali masih terjebak dalam seremoni.

Baginya, persoalan ini bukan sekadar gaya acara, melainkan mencerminkan bagaimana elite lebih sibuk mengurus simbol dibanding menyentuh kebutuhan riil rakyat. Ia mencontohkan bagaimana sebuah kegiatan yang sederhana bisa berubah menjadi ajang pamer fasilitas yang tidak relevan.

Baca Juga  Sah, Prabowo-Gibran Terpilih Jadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029

“Kalau ada acara misal panen raya di sawah. Di situ ada baliho, LCD, dan berbagai fasilitas lain yang tidak ada hubungannya dengan sawah. Lah ini kan salah kaprah,” ujarnya.

Selain soal seremoni, ia menekankan bahwa hambatan terbesar bagi pengesahan RUU Perampasan Aset justru datang dari elite yang memiliki kepentingan. Menurutnya, kelompok-kelompok tersebut selama ini mendapat keuntungan dari lemahnya aturan, sehingga keberadaan RUU dianggap sebagai ancaman.

Ia menekankan bahwa upaya tersebut harus benar-benar diwujudkan dalam aksi nyata dan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Selain itu, cara yang dipilih dalam perjuangan juga harus relevan. “Cara lama harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, cara baru harus bijaksana,” tandas Suko.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *