MAKLUMAT — Seragam merah Tapak Suci pernah melekat di tubuhnya, sabuk melati tiga melingkar di pinggangnya. Kini, Brigjen TNI Zainul Bahar mengenakan baret hijau sebagai Kasdam V/Brawijaya.
Upacara serah terima jabatan digelar di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Rabu (3/9/2025). Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin memimpin langsung prosesi yang juga melantik sejumlah pejabat baru, mulai Aslog, Aster, hingga Kapendam. Namun sorot mata tamu undangan banyak tertuju pada sosok Zainul, perwira asal Nganjuk yang dikenal sebagai pendekar Tapak Suci.
Zainul lahir di Desa Garu, Kecamatan Baron, 3 April 1972. Masa mudanya ditempa di sekolah Muhammadiyah Kertosono. Dari bangku SMA, ia sudah tekun berlatih silat Tapak Suci, organisasi bela diri otonom Muhammadiyah. Konsistensinya mengantarnya meraih sabuk hitam melati empat—tingkatan seorang pendekar Tapak Suci.
Karakter keras namun religius itu terbawa dalam karier militernya. Disiplin, sederhana, dan teguh pada prinsip. “Kami para alumni sangat bangga. Dari sekolah Muhammadiyah bisa lahir seorang jenderal sekaligus pendekar,” ujar Abdul Kholik, guru SMK Muhammadiyah Nganjuk yang masih ingat betul masa muda Zainul.
Foto dirinya berseragam merah-kuning khas Tapak Suci yang belakangan beredar semakin menguatkan kebanggaan itu. Bagi para kader, pencapaian Zainul bukan sekadar prestasi individu, tapi simbol bahwa nilai-nilai Muhammadiyah bisa menembus lingkaran elite militer.
Adik Kandung Gubernur Jateng
Kiprahnya makin diperhatikan karena ia merupakan adik kandung Komjen Polisi (Purn) Ahmad Lutfi, Gubernur Jawa Tengah. Publik pun melihat keluarga ini sebagai potret pengabdian: dari gelanggang silat, ruang kelas, hingga panggung politik dan militer.
Dalam arahannya, Pangdam Mayjen Rudy Saladin menegaskan agar pejabat baru segera beradaptasi. “Tugas berat menanti. Sinergi dan pengabdian kepada bangsa harus terus dijunjung tinggi,” pesannya di depan jajaran perwira.
Pelantikan ini mencatat sejarah baru bagi Tapak Suci. Sosok Zainul membuktikan bahwa disiplin, spiritualitas, dan seni bela diri yang ditempa sejak remaja bisa melahirkan pemimpin tangguh di tubuh TNI.
Kini, perjalanan hidup Brigjen TNI Zainul Bahar berlanjut. Dari gelanggang silat di Nganjuk hingga markas besar Brawijaya di Surabaya, satu hal yang pasti: semangat pendekarnya tetap melekat di balik baret hijau.***
Comments