
MAKLUMAT – Eskalasi dagang yang melibatkan Amerika Serikat dengan Meksiko, Kanada, dan China berpotensi memicu reaksi keras dari negara-negara lain. Sebab kinerja perusahaan dari negara yang tidak terlibat eskalasi dagang, terpengaruh situasi geopolitik.
Persoalan ini juga dirasakan Indonesia yang terlihat dari turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasar mengalami tekanan, meskipun secara fundamental masih cukup kokoh.
Prediksi ini disampaikan ekonom Universitas Airlangga, Prof Dr Imron Mawardi SP., MSi., terkait masa depan pasar modal dalam negeri. Menurutnya pergerakan IHSG tak bisa lepas dari kebijakan global, yang salah satunya perang dagang.
Pengaruhi Kinerja Perusahaan Indonesia
“Jika AS menerapkan tarif tertentu, negara lain melakukan balasan, situasi ini mengkhawatirkan investor (pasar modal), karena berpotensi mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia,” katanya.
Hal ini berdampak banyak investor pasar modal menjual saham, meskipun secara fundamental masih cukup baik. Akibatnya, banyak harga saham terkoreksi dan terlihat lebih murah, meskipun kondisi fundamentalnya tetap kuat.
Korupsi Pertamina dan Danantara
Mantan jurnalis Jawa Pos ini juga menyoroti sentimen negatif dari dalam negeri. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah korupsi Pertamina. Sentimen ini meningkatkan ketidakpercayaan pasar, sehingga mendorong aksi jual.
Ini tercermin dari nilai saham turun hingga ke level 6.400-an. Padahal, beberapa waktu sebelumnya, IHSG sempat mendekati level 7.000.
“Dalam tempo dua minggu terakhir, faktor global memang lebih dominan. Namun, ada juga faktor domestik yang berperan, terutama ketika terdapat pengumuman terkait pembentukan holding BUMN, seperti Danantara,” ia menambahkan.
Pengaruhi Kinerja Perusahaan Tambang
Ia menambahkan sektor yang paling rentan terhadap ketidakpastian global umumnya yang bergantung pada aktivitas ekspor, seperti pertambangan. Salah satunya adalah Adaro dan Bukit Asam. Kedua persuahaan ini mengalami penurunan bukan semata-mata sebagai akibat pelemahan harga komoditas global.
Selain itu, sektor makanan dan minuman yang mengandalkan ekspor juga terimbas ketidakpastian global. Namun demikian, masih ada sektor yang mampu bertahan di tengah kondisi tersebut, yakni sektor perbankan.
“Meskipun muncul kekhawatiran terkait kebijakan holding BUMN, secara fundamental sektor perbankan Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang solid dengan laba yang terus meningkat setiap tahunnya,” ia memungkasi.