22.8 C
Malang
Selasa, Desember 10, 2024
KilasPerumus Dasar Negara adalah Tokoh Muhammadiyah

Perumus Dasar Negara adalah Tokoh Muhammadiyah

PERDEBATAN mengenai dasar negara Indonesia seharusnya sudah selesai. Sebab, para pendiri bangsa Indonesia telah bersepakat mengenai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk banyak tokoh Muhammadiyah yang terlibat dalam perumusannya.

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Muhammad Mirdasy mengatakan, founding fathers Indonesia telah bersepakat bahwa dasar negara Indonesia bukanlah Islam, bukan pula sebagai penganut sekulerisme.

Namun, para tokoh bangsa di masa lalu telah bersepakat bahwa negara Indonesia memilih demokrasi sebagai sistem politiknya dengan Pancasila sebagai landasan atau dasar bernegaranya.

Maka dari itu, kata dia, sudah seyogyanya kader IMM atau elemen bangsa lainnya tidak lagi berdebat soal dasar negara, dan harus membuang jauh pikiran bahwa dasar negara dan ketatanegaraannya harus berubah.

”Para tokoh kita sudah sepakat bahwa pilihannya adalah Indonesia sebagai negara demokrasi, dan Pancasila adalah landasan bernegara kita,” katanya dalam acara Madrasah Politik Profetik yang diadakan PC IMM Kota Surabaya di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Sabtu (8/7/2023).

Mantan Ketua PWPM Jatim itu menuturkan, sejak awal politik kebangsaan merupakan bagian penting dari gerakan Persyarikatan Muhammadiyah. Hal itu tampak dalam peran besar tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Sebagaimana dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, dan Panglima Besar TNI Jendral Soedirman.

Selain itu, keterlibatan para tokoh Persyarikatan dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia juga tampak dominan. Disebutkan, dalam perumusan Pancasila ada tokoh Muhammadiyah seperti Ir Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singadimedja, dan Kahar Muzakkir.

”Sayangnya, meski kiprah Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari aktivitas politik dikala sebelum dan sesudah Indonesia merdeka, tapi masih saja politik dianggap kotor oleh segelintir warga Persyarikatan. Sehingga politik harus dijauhi,” paparnya.

Mirdas menegaskan, komitmen Muhammadiyah terhadap Pancasila juga secara tegas dibahas dalam Muktamar Muhammadiyah 47 di Makasar tahun 2015 yang lalu. Yang mana Pancasila disebut sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah atau negara kesepakatan untuk kemasalahatan bersama. Tidak hanya untuk umat Islam saja, tapi juga untuk umat agama lainnya.

Karena itu, Mirdas menyerukan, supaya anak muda Muhammadiyah lantang membela Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara. “Kalau anak muda Muhammadiyah tidak mau memahami sejarah bangsa, maka kita (Muhammadiyah) akan ditinggal dan dilupakan. Harusnya yang pantas teriak saya Pancasila dan NKRI itu ya kita, kader Muhammadiyah,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia berharap, agar anak muda Muhammadiyah bisa membangun kesadaran politik sebagai satu keharusan. Sebab, politiklah yang menentukan segala hal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

“Tidak ada hal di negara ini yang terbebas dari unsur politik. Karena itu kita harus memikirkan bagaimana cara menang dalam politik. Kita harus dekat dengan politik,” serunya.

Dia menegaskan, proses politik tidak selalu harus berurusan dan berhubungan dengan partai politik. Karena partai politik hanyalah salah satu instrumen dari politik itu sendiri. “Mohon dipahami bahwa politik itu berbeda dengan partai politik. Berpolitik tidak harus tergabung dalam partai politik,” tandasnya. (*)

Reporter: Ubay

Editor: Aan Hariyanto

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer