Pesan Ketua PWA Jatim untuk Memaknai Semangat Kartini

Pesan Ketua PWA Jatim untuk Memaknai Semangat Kartini

MAKLUMAT — Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur, Dra Rukmini Amar MAP, menegaskan bahwa peringatan Hari Kartini bukan sekadar seremonial tahunan yang berulang tanpa makna. Menurut dia, Hari Kartini adalah momentum untuk meneguhkan kembali peran perempuan sebagai penggerak peradaban.

Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik: dalam rangka Peringatan Hari Kartini 2025 yang diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jawa Timur di Dewarna Hotel & Convention Bojonegoro, Jumat (25/4/2025).

Dalam kesempatan itu, ada dua pesan penting yang disampaikan Rukmini. Pertama, bahwa tugas membina perempuan menjadi sosok yang cakap, pandai, dan penuh semangat adalah tanggung jawab bersama, termasuk kaum laki-laki.

“Binalah perempuan agar mereka menjadi ibu-ibu yang pandai, cakap, dan penuh semangat. Sebab perempuan yang sadar akan panggilan moralnya akan lebih siap memajukan peradaban,” tegasnya.

Panggilan moral itu, kata Rukmini, akan menjadikan perempuan sosok yang penyayang, pendidik utama bagi generasi, dan pilar penting dalam masyarakat. Namun, peran besar itu tetap membutuhkan dukungan lintas sektor serta pendampingan, terutama dalam hal-hal yang menuntut kehadiran perempuan di ruang publik.

Selain itu, Rukmini menyoroti pentingnya pembimbingan dan kesadaran posisi bagi perempuan yang ingin berkiprah di ranah politik. “Perempuan harus menjadi subjek perubahan, bukan sekadar objek, jika jumlah perempuan yang bergerak sedikit, maka kemungkinan masih sedikit laki-laki yang membimbing.” ujarnya.

Karena Rukmini menyadari bahwa, perempuan memiliki karekteristik yang unik, kekhususan dari sifat dan fisiknya yang memang perlu dibimbing oleh laki-laki. Dari situ juga maka laki-laki dan perempuan dipasangkan untuk saling melengkapi.

Kedua, Rukmini mengutip pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya. Ia menyinggung terjemahan Ahmad Mansur Suryanegara terhadap surat Kartini tahun 1899. Dalam salah satu kutipannya, Kartini menulis: “Jangan jadikan Al-Quran hanya sebagai hiasan lemari yang hanya dibuka ketika Ramadan, lalu ditutup kembali.”

Bagi Rukmini, ungkapan Kartini itu bukan sekadar kritik, melainkan ajakan untuk menghidupkan nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam perjuangan perempuan. Ia menegaskan bahwa gagasan emansipasi Kartini bukan berdiri di atas ide sekuler, tetapi memiliki akar yang dalam dalam teks suci. Seperti dalam QS Al-Ahzab ayat 35 yang menyatakan kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di muka bumi.

“Aisyiyah sendiri berdiri di atas dasar teologis seperti dalam QS An-Nahl ayat 97. Jadi gerakan perempuan dalam Islam bukan meniru feminisme Barat, tapi membangun peran perempuan sebagai subjek perubahan yang memiliki nilai, landasan, dan tujuan luhur,” jelasnya.

Rukmini menutup pesannya dengan mengingatkan bahwa semangat Kartini adalah semangat pergerakan. Tidak berhenti pada ide, tetapi diwujudkan dalam langkah konkret. “Seperti Nyai Siti Walidah yang tidak hanya berpikir, tapi bergerak nyata dengan mendirikan Aisyiyah dan lembaga-lembaga pendidikan yang sampai hari ini terus menjadi warisan perjuangan,” pungkasnya.

_______________

Penulis: Tanwirul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *