Waka Bidang Kesiswaan SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo, Arief Hanafi menyorot polemik Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 yang dinilai bermasalah, karena seolah memfasilitasi seks bebas bagi siswa sekolah dan remaja.
Menurut Arief, diterbitkannya PP 28/2024 tersebut secara umum bermaksud baik, untuk melakukan dan mendorong pelaksanaan edukasi kesehatan, termasuk reproduksi di lingkungan siswa serta remaja.
“Secara umum saya yakin adanya aturan atau PP 28/2024 itu maksudnya baik, karena berkaitan dengan sosialisasi dan edukasi, serta penerapan kesehatan bagi siswa dan remaja,” katanya kepada Maklumat.id, Jumat (9/8/2024).
Namun, lanjut Arief, terdapat sejumlah hal yang perlu dicermati dan dievaluasi pula dalam aturan tersebut. Terutama yang menimbulkan kontroversi dan polemik belakangan, berkaitan dengan Pasal 103, yang menyebut salah satunya penyediaan alat kontrasepsi.
Pria asal Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo itu menyayangkan termaktubnya frasa atau narasi tersebut, yang tentu menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Terlebih ditarik dalam konteks pendidikan yang mengedepankan karakter, keadaban, nilai-nilai luhur serta norma-norma sosial dan agama.
“Perlu dicermati dan dievaluasi, terutama yang belakangan ini ramai dan menjadi polemik adalah soal pasal atau ayat, ada narasi yang menyebut penyediaan alat kontrasepsi,” ujar pria yang juga pengurus PD Pemuda Muhammadiyah Sidoarjo itu.
“Nah, itu multitafsir dan rawan, kok seolah-olah memfasilitasi, menjembatani para siswa untuk berhubungan seksual secara bebas asalkan aman, itu kan bahaya,” kritik Arief.
Lebih lanjut, Arief menilai, para pembuat kebijakan harusnya dalam membuat peraturan terkait edukasi kesehatan reproduksi bagi siswa bisa melibatkan atau mendorong partisipasi dari elemen sosial, seperti keluarga, hingga agama.
“Menurut saya daripada membuat aturan-aturan yang menimbulkan kontroversi seperti itu, yang terpenting adalah sosialisasi dan edukasi itu, serta mendorong edukasi soal seks atau reproduksi itu melalui pranata-pranata sosial, seperti mendorong pendidikan seks di lingkungan keluarga, di lingkungan elemen keagamaan, dan sebagainya,” sebutnya.
“Edukasi seks atau kesehatan reproduksi itu kan memang penting, tapi kan bukan seperti itu juga aturannya harusnya. Lakukan pendekatan-pendekatan edukasi misalnya melalui keluarga, dan lingkungan sekitarnya,” sambung Arief.
Arief berharap, agar pemerintah segera merevisi PP Nomor 28/2024 tersebut dengan menghapus atau menghilangkan pasal atau ayat-ayat yang bermasalah.
“Peraturan tersebut, PP 28/2024 harus segera direvisi dan pasal atau ayat yang mengatur soal penyediaan alat kontrasepsi itu harus dihapus atau dihilangkan,” tandasnya.
Untuk diketahui, PP Nomor 28 Tahun 2024 adalah tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atau UU Kesehatan.
Salah satu pasal yang menyebabkan polemik dalam PP tersebut, berada di Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4). Sejumlah kalangan menilai pasal tersebut berpotensi besar multitafsir dan dianggap seolah memfasilitasi perzinahan di kalangan pelajar dan remaja.
Beleid tersebut berbunyi: Pasal 103 ayat (1): Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, Pasal 103 ayat (4): pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.