
MAKLUMAT — Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, punya kekuatan ekonomi yang luar biasa. Tapi, apakah potensinya sudah dimanfaatkan maksimal? Menurut pakar ekonomi Islam, Prof. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec., Muhammadiyah harus lebih berani mengambil langkah besar di sektor keuangan.
Hal ini disampaikan dalam Diskusi Panel Rakornas Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah yang digelar di Aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 26 Februari 2025.
Dalam pemaparannya, Prof. Muhammad Syafi’i Antonio menegaskan bahwa Muhammadiyah punya aset ekonomi besar di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga filantropi. Namun, ia menyoroti pentingnya langkah konkret dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi Muhammadiyah dengan lebih strategis. Salah satu ide besarnya adalah mendirikan Bank Muhammadiyah Syariah.
“Saat ini, dana Muhammadiyah tersebar di berbagai bank tanpa layanan optimal. Kenapa tidak bikin bank sendiri? Modalnya hanya Rp3 triliun, sedangkan aset Muhammadiyah jauh lebih besar dari itu,” ungkap pendiri Institut Agama Islam Tazkia ini.
Ada beberapa strategi yang ia usulkan untuk mewujudkan bank ini, antara lain akuisisi bank konvensional lalu dikonversi ke syariah, merger seluruh BPR Syariah milik Muhammadiyah, atau menggalang dana wakaf sebagai modal awal. “Mengumpulkan Rp2 triliun untuk bank itu jauh lebih mudah dibanding menyatukan hati para pemimpin BPR Syariah yang masih punya ego sektoral,” tambahnya dengan nada menantang.
Wakaf Produktif dan Asuransi Muhammadiyah
Tak hanya soal perbankan, Prof. Syafi’i Antonio juga mengangkat isu wakaf produktif. Ia mengungkapkan bahwa mayoritas wakaf di Indonesia masih dalam bentuk aset fisik seperti tanah dan bangunan. Padahal, di negara lain, wakaf sudah lebih fleksibel dan produktif, misalnya melalui Cash Wakaf Link Sukuk (CWLS) atau Cash Wakaf Link Deposit.
Di sektor lain, Prof. Syafi’i Antonio juga mendorong pendirian Asuransi Muhammadiyah. Menurutnya, ini bukan sekadar opsi, tapi kebutuhan! Selama ini, jutaan anggota dan aset Muhammadiyah diasuransikan ke perusahaan konvensional. Padahal, Muhammadiyah bisa membangun asuransi sendiri tanpa modal besar. “Potensinya sangat besar dan bisa segera diwujudkan!” tegasnya.
Handphone Muhammadiyah
Menariknya, dalam diskusi ini, Prof. Syafi’i Antonio juga melemparkan ide unik: pembuatan handphone Muhammadiyah! Ia melihat ini sebagai peluang besar untuk dakwah digital sekaligus penguatan ekonomi umat. “Muhammadiyah harus mengawal era digital dengan strategi yang tepat. Kenapa tidak bikin handphone sendiri yang bisa jadi alat dakwah sekaligus bisnis?” ujarnya.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh Muhammadiyah, akademisi, dan pelaku usaha yang ikut memberikan pandangan soal strategi penguatan ekonomi Muhammadiyah ke depan. Satu hal yang jelas, kekuatan ekonomi Muhammadiyah harus dikelola dengan lebih berani, strategis, dan inovatif. Kini, tinggal menunggu langkah nyata: apakah Muhammadiyah siap menjadi pemain utama di sektor keuangan dan ekonomi digital? Kita tunggu gebrakannya!