23 C
Malang
Sabtu, November 23, 2024
KilasPutusan MK Berperan Penting Tekan Jumlah Calon Tunggal, Prof. Siti Zuhro Dorong...

Putusan MK Berperan Penting Tekan Jumlah Calon Tunggal, Prof. Siti Zuhro Dorong Revisi Paket UU Politik

Prof. Siti Zuhro mendorong revisi pakeet UU Politik. Foto:IST

MAKLUMATProf. Siti Zuhro, Peneliti Utama BRIN, menilai Putusan MK Nomor 60 yang mengubah ambang batas pencalonan dapat mencegah munculnya calon tunggal di Pilkada 2024.

Zuhro merasa lega dan bersyukur atas putusan MK yang memberi ruang bagi partai politik untuk berpartisipasi dalam Pilkada.

“Putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas sebenarnya melegakan dan mengurangi calon tunggal. Meskipun, masih ada sekitar 40-an calon yang melawan kotak kosong dari total 545 daerah yang melaksanakan Pilkada,” kata Zuhro seperti dilansir Antara, Kamis (12/9/2024)

“Saya pastikan jumlahnya akan melonjak tajam kalau tidak ada amar putusan tersebut,” tandasnya. Zuhro menyebut fenomena calon tunggal melawan kotak kosong itu sebagai ironi, bahkan anomali bagi sebuah negara yang menganut demokrasi yang multi-partai.

Partai-partai lebih memilih bergabung dalam koalisi besar demi kepentingan pragmatis ketimbang mengusung calon sendiri. Dia mencontohkan besarnya koalisi yang mendukung Khofifah-Indar dan Emil di Pilkada Jawa Timur serta koalisi pengusung Ridwan Kamil dan Suswono di Pilkada DKI Jakarta.

Kondisi tersebut memaksa parpol-parpol yang tersisa kala itu, berada dalam situasi terjepit. Sebab, bagi yang memenuhi threshold mungkin masih bisa mencalonkan, namun tidak memiliki banyak dukungan. Jika tidak memenuhi threshold, calon akan dipastikan melawan calon tunggal.

“Itu bisa kita lihat pada Pilkada Jawa Timur dan Jakarta, sebagian besar parpol mengusung Bu Khofifah dan Pak Ridwan Kamil. Kalau yang memenuhi ambang batas, bisa mencalonkan. Akan tetapi, kalau tidak bisa, akan melawan kotak kosong,” ujarnya.

“Masa sih orang bernyawa harus disandingkan melawan kotak kosong yang tidak bernyawa. Ini pelecehan betul. Menangnya tidak enak, kalah pun tidak enak. Ini yang harus kita benahi,” imbuh Zuhro.

Parpol Kehilangan Otonomi

Situasi tersebut, menurut Zuhro, adalah dampak dari pelaksanaan Pemilu serentak (Pilpres dan Pileg) 14 Februari 2024 lalu, yang merembet dan berlanjut hingga Pilkada serentak 2024.

“Partai politik sedang kehilangan kedaulatannya dan kehilangan otonominya. Tidak percaya diri dalam mempromosikan kadernya. Mereka juga tidak merasa bersalah, malahan fine-fine saja,” tandasnya.

Padahal, kata Zuhro, demokrasi Indonesia sedang dalam ancaman yang cukup serius karena Pilkada 2024 tidak menghasilkan kompetisi dan calon yang layak. Ada kecenderungan untuk aklamasi dan tidak memberikan edukasi kepada publik.

Zuhro menilai sistem multi-partai perlu ditinjau, dan mungkin menyederhanakannya. Sebab, ternyata malah menjadi ancaman cukup serius bagi praktik dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Revisi Paket UU Politik

Menurut dia, penting untuk melakukan perbaikan atau revisi terhadap paket Undang-Undang (UU) Politik, yakni UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemilu, hingga UU Pilkada.

“Kita harus mendorong perbaikan paket Undang-Undang Politik karena mungkin usianya sudah sangat tua, sementara sekarang banyak perubahan yang sifatnya sangat mendasar. Perlu diadopsi atau direspons partai politik dan dipayungi undang-undang,” kelakarnya.

“Kita ini mau take off menjadi negara yang kokoh, Indonesia Emas 2045. Maka, harus dimulai sekarang agar kita tidak gagal sehingga perlu ada kompetisi. Akan tetapi, kompetisi sekarang ini kelihatan hambar,” lanjut Zuhro.

Untuk diketahui, secara nasional terdapat total 41 daerah dari 545 daerah se-Indonesia yang hanya memiliki calon tunggal melawan kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024. Rinciannya terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, serta lima kota.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer