22.5 C
Malang
Sabtu, Mei 18, 2024
KilasPWA Jatim Dorong Partisipasi Perempuan dalam Politik

PWA Jatim Dorong Partisipasi Perempuan dalam Politik

Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy dan Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur Rukmini Amar.

KETUA Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur, Rukmini Amar menandaskan pentingnya warga Aisyiyah untuk lebih peduli terhadap persoalan politik. Hal itu dia sampaikan dalam Sosialisasi dan Tatap Muka bertajuk ‘Peningkatan Partisipasi Pemilih Perempuan’ di Aula KH Mas Mansur PWM Jatim, Sabtu (23/12/2023).

Dalam acara yang terselenggara atas kolaborasi PWA Jatim dengan KPU Jatim itu, Rukmini menegaskan, bahwa politik adalah hal yang tidak bisa dinegasikan atau dilepaskan dari Islam.

“Segala aspek kehidupan itu kan berkaitan dengan politik. Maka itu kita tidak bisa abai, terlebih sebagai kaum perempuan, kita mendorong warga Aisyiyah bisa berpartisipasi lebih,” ujarnya saat memaparkan materi.

Rukmini menjelaskan, dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan partisipasi perempuan terhadap politik, pihaknya mendorong kader-kader terbaik Aisyiyah untuk menjadi penyelenggara, bahkan peserta Pemilu.

“Dan saya sendiri ini kan pernah mencalonkan diri, pernah nyaleg dulu. Upaya-upaya itu akan terus kita dorong. Bagi yang terlibat sebagai peserta maka kami juga sampaikan, agar menghitung potensi pencalonannya itu secara rasional,” jelasnya.

“Bagi yang tidak terlibat sebagai penyelenggara ataupun peserta Pemilu, tentu harapannya agar menjadi pemilih yang cerdas, yang tentu juga bisa kompak, solid dan bersatu untuk memenangkan caleg representasi Aisyiyah,” tandasnya.

Senada dengan dia, Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy menegaskan, partisipasi perempuan dalam politik kepemiluan adalah hal yang penting, bahkan telah diatur di dalam Undang-undang (UU). Namun, dalam praktiknya seringkali terkendala.

Menurut dia, setidaknya terdapat tiga faktor yang menghambat partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam politik. Pertama adalah faktor budaya, kedua adalah  masalah pengetahuan dan pengalaman kepemiluan.

“Ketiga adalah kendala masalah finansial. Ketika dihadapkan dengan problem-problem itu seringkali perempuan ‘kalah’, sehingga bisa kita lihat, bahkan di beberapa daerah penyelenggara tidak sampai memenuhi kuota 30 persen,” kata Mirdasy.

“Bahkan para peserta Pemilu yang perempuan-perempuan itu ternyata kadang-kadang cuma menjadi pelengkap, untuk menggugurkan kewajiban kuota 30 persen caleg perempuan,” pungkas alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu. (*)

Reporter: Ubay

Editor: Aan Hariyanto

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sponsor

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer