KETUA Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2015 Prof Din Syamsuddin mengatakan, Persyarikatan Muhammadiyah memang tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik manapun.
Namun, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 itu senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik, dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Semua itu tidak lain demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
“Kita kembali mengulas dan tegaskan Khitah Makassar yang tepat, bahwa Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan struktural dan organisasi, serta tidak berafiliasi dengan partai manapun,” kata Din, saat menjadi pembicara Pengajian Virtual Fokal IMM bertajuk Muhammadiyah dan Pemilu 2024, Ahad (24/09/2023) malam.
Alumnus University of California Los Angeles (UCLA) Amerika Serikat itu kemudian mengungkapkan, sebagai organisasi madani yang independen, Persyarikatan Muhammadiyah bisa memiliki tiga opsi untuk relasi atau hubungannya dengan politik, terutama ketika menghadapi kontestasi pemilihan umum (Pemilu).
Relasi pertama, kata Prof Din, Muhammadiyah tetap pada jati dirinya sebagai gerakan dakwah pencerahan yang berorientasi kultural dan menjalankan aktivitas politik sebatas pada politik moral. Juga menjalankan politik alokatif dan masuk pada politik kekuasaan.
Kemudian, lanjut dia, relasi Muhammadiyah dengan politik yang kedua adalah Persyarikatan mendirikan sebuah partai politik untuk dijadikan sebagai amal usaha. Yang mana, partai tersebut dikelola dan berada di bawah naungan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP).
“Majelis dan Lembaga Muhammadiyah yang lain boleh mendirikan amal usaha, bahkan dianjurkan, masak LHKP tidak boleh punya amal usaha di bidang politik. Misalnya punya partai politik,” terangnya.
Atau, sambung dia, Muhammadiyah bisa mengembangkan hubungan khusus dengan partai politik tertentu. Yakni, dengan cara Persyarikatan Muhammadiyah memilih dan menentukan partai politik tertentu untuk dijadikan partai politik utama.
“Muhammadiyah bisa melakukan deal atau kontrak politik dengan partai utama. Namun, perjanjian itu sifatnya temporer sepanjang Pemilu berlangsung. Dengan begitu, pada momen Pemilu, Muhammadiyah juga dapat mendukung calon atau parpol yang dinilai dapat memperjuangkan kepentingan Muhammadiyah,” imbuhnya.
Sementara, relasi antara Muhammadiyah dengan politik yang ketiga adalah Persyarikatan mengembangkan opsi menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai parpol. Salah satunya dengan menempatkan kader terbaiknya ke berbagai partai politik.
“Kader politik di Muhammadiyah silahkan bertebaran ke berbagai partai politik. Dengan itu, kita bisa menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai politik peserta Pemilu,” ungkapnya.
Alumni IMM itu mengakui, ketiga relasi antara Muhammadiyah dengan politik tersebut bisa muncul karena adanya tarik-menarik kepentingan politik, terutama tarikan kepada Muhammadiyah untuk mendukung parpol-parpol tertentu setelah era reformasi .
“Sikap tegas Muhammadiyah dalam urusan politik bisa kembali dikukuhkan. Jika tidak, Muhammadiyah akan berada dalam posisi yang riskan untuk ditarik sekedar pada kepentingan elektoral,” pungkasnya.(*)
Reporter: Ike Sunyahni
Editor: Aan Hariyanto