MAKLUMAT – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, turut menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan perubahan sistem Pilkada.
Menurut Neni, alasan Prabowo yang menyoroti tingginya biaya politik adalah realitas yang memang terjadi. Namun, perempuan berkacamata itu mengaku tak sependapat jika harus mengubah sistemnya.
“Usulan mengembalikan lagi Pilkada menjadi tidak langsung bukanlah hal yang baru. Salah satu penyebabnya adalah menyoroti tingginya biaya politik,” ujarnya kepada Maklumat.ID, Jumat (13/12/2024).
“Saya sepakat bahwa Pilkada perlu dilakukan reformasi. Tetapi tidak untuk mengubah sistem (Pilkada),” sambung Neni.
Pilkada Tidak Langsung Bukan Solusi
Neni berpendapat, mengubah sistem dari Pilkada langsung oleh rakyat menjadi Pilkada oleh DPRD setempat bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi besarnya biaya politik.
“Akar permasalahannya bukan pada proses Pilkada langsung. Kenapa Pilkada yang disalahkan?” selorohnya.
Menurut Neni, banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk bisa menekan biaya politik dalam kontestasi.
“Reformasi bisa dilakukan dengan meminimalisir misal dengan pemasangan alat peraga kampanye yang membutuhkan biaya besar. Padahal hari ini semua serba digital,” sebutnya.
“Apa ada jaminan pilkada tidak langsung juga bisa menurunkan biaya politik dan tidak mahal?” kelakar Neni.
Berpotensi Membuka Celah Korupsi Baru
Lebih lanjut, Neni menilai jika menggunakan sistem Pilkada tidak langsung akan berpotensi semakin membuka celah-celah untuk korupsi.
“Justru sama saja hak ini juga membuka celah korupsi apalagi sangat tertutup dan menjadi ruang gelap di mana masyarakat tidak bisa ikut mengawasi,” tandasnya.
Menurut Neni, mengubah sistem Pilkada menjadi tidak langsung adalah sebagai kemunduran demokrasi dan hanya menguntungkan para elit semata.
“Opsi mengembalikan Pilkada tidak langsung adalah kemunduran demokrasi, elit semakin takut dengan rakyat dan mengkhiananti semangat reformasi. Ini hanya akan menguntungkan elit saja,” tegasnya.
Perlu Kajian Akademis yang Matang
Atas dasar itu, Neni menyebut pentingnya kajian akademis secara matang dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk partisipasi masyarakat.
“Hal ini tentu perlu kajian akademis, tidak bisa mengambil kesimpulan dan membuat wacana yang kontraproduktif secara sepihak tanpa melibatkan meaningfull participation,” pungkas Neni.
Prabowo Usulkan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan usulan untuk mengubah sistem pemilihan dalam Pilkada, agar kepala daerah dipilih oleh DPRD setempat.
Alasannya, ia menekankan pada efisiensi pemilihan kepala daerah dan menyoroti mahalnya biaya Pilkada yang baru saja dilaksanakan.
“Mari kita berpikir, mari kita tanya, apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari dari negara walaupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” ungkap Prabowo saat di SICC, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).
Prabowo memberikan contoh negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan India yang lebih efisien dengan menyerahkan pemilihan kepala daerah kepada DPRD. “Sekali milih anggota DPRD, ya sudah, DPRD itu lah yang milih Gubernur, milih Bupati,” ujarnya.
Ia menambahkan, penghematan anggaran dari sistem tersebut dapat dialokasikan untuk kebijakan strategis lainnya. “Efisien, enggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya saja,” pungkas Prabowo.