Rumah Sakit Muhammadiyah: Moderasi dan Modernisasi

Rumah Sakit Muhammadiyah: Moderasi dan Modernisasi

MAKLUMAT — Rumah sakit sosial atau nirlaba perlu mengadopsi prinsip-prinsip korporatisasi yang lazim di rumah sakit for profit, terutama dalam aspek tata kelola, profesionalisme manajerial, dan efisiensi operasional, sebagai strategi untuk memperkuat keberlanjutan misi sosial tanpa mengorbankan akses dan kualitas pelayanan.

dr. Jack Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A.
dr. Jack Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A.

Pertama, penguatan tata kelola (board yang transparan dan akuntabel, komite-komite fungsional, pemisahan kontrol dan manajemen) memungkinkan pengawasan strategis terhadap alokasi sumber daya, mitigasi konflik kepentingan, serta peningkatan mutu dan keselamatan pasien (Jalilvand, 2024).

Kedua, profesionalisme manajerial dengan rekrutmen pemimpin berbasis kompetensi, struktur organisasi jelas, dan budaya pengambilan keputusan berbasis bukti, mendorong koordinasi klinis-manajerial yang lebih baik dan mempercepat implementasi inovasi layanan tanpa mengikis etos sosial institusi (Stoller, 2023).

Ketiga, praktik efisiensi (pengukuran kinerja terstandardisasi, manajemen rantai pasok, dan proses klinis yang lean) membantu menjaga kelangsungan finansial sekaligus membebaskan sumber daya untuk layanan non-menguntungkan penting secara sosial (Nepomuceno et al., 2022; Horwitz & Nichols, 2022).

Penting diingat bahwa adopsi prinsip korporatisasi harus bersifat selektif dan beretika: bukan untuk mengubah rumah sakit sosial menjadi entitas profit maksimal, melainkan mengambil praktik terbaik yang memperkuat misi sosial, dengan mekanisme akuntabilitas publik dan perlindungan layanan pro-poor sebagai prasyarat. Dalam praktik dunia, institusi seperti Mayo Clinic dan Cleveland Clinic menunjukkan bagaimana tata kelola profesional dan desain organisasi berkontribusi pada kualitas dan inovasi klinis (Stoller, 2023; Mayo Clinic, 2023).

Baca Juga  Kesalahan Perhitungan dalam Perang Israel - Iran, Mengancam Masa Depan Amerika dan Eropa

Dalam konteks Indonesia, jaringan rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah telah dan terus akan memiliki potensi besar menjadi motor kemajuan pelayanan dan Pendidikan. Sepuluh tahun mendukung pelayanan JKN, tiga tahun lebih pada Covid-19, serta keterlibatan sejak awal pada Program TB di akar rumput, menunjukkan kapasitas koordinasi jaringan dan penerimaan perubahan praktik klinis/operasional (Wijiseno et al., 2023).

Dengan menerapkan prinsip tata kelola yang lebih transparan, profesionalisasi manajemen, dan pengukuran kinerja berbasis bukti, selain memperkuat akuntabilitas komunitas, Muhammadiyah dapat meningkatkan kontribusi terhadap akses layanan, deteksi penyakit, dan ketahanan sistem kesehatan lokal (Purwaningsih et al., 2023; Wijiseno et al., 2023).

Kesimpulannya, dikotomi kaku antara “rumah sakit sosial” dan “rumah sakit profit” tidak wajib dipertahankan; mengambil praktik terbaik dari sektor for profit, dengan penjagaan nilai sosial, adalah jalan tengah atau moderasi (wasatiyah) pada narasi pada pertengahan surat Al-Baqarah 143 yang berbunyi: “Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Muhammadiyah dengan 130 rumah sakit yang tersebar di Nusantara dan berkiprah sejak lebih dari 100 tahun yang silam telah dan wajib terus memperkuat keberlanjutan, mutu, dan manfaat publik dari rumah sakitnya. Syaratnya harus Unggul, Islami dan Tangguh (UIT) Unggul dalam Pelayanan, Islami dalam Pengabdian dan Tangguh dalam Keuangan. Dalam Bahasa Belanda UIT juga berarti keluar. Sehingga bisa ditafsirkan keluar dari Zona Nyaman dan mau belajar dari luar hal-hal yang baik dan bisa diadopsi atau diadaptasi.

Baca Juga  Orientasi Politik Warga Muhammadiyah: Antara Kepentingan dan Harmoni

Tulisan dari Mas Sholihul Abshor senior kami di Majalah MATAN Edisi 231 Bulan Oktober menegaskan kembali bahwa perlu menggabungkan ilmu manajemen modern dan ruh sosial keagamaan.

Akhirnya, mengenai ucapan Saya di acara Hospital Management Asia di Vietnam, pada 10-11 September lalu, saya ingin menambahkan sebagai berikut.

Saya termasuk orang yang mempercayai bilamana kita fokus staf kita, mulai dari merekrut, melatih, mengarahkan dan memimpinnya dengan serius maka hal-hal yang baik lainnya seperti patients safety dan akhirnya profitability (surplus operasional) akan tercapai. Sebaliknya tanpa perhatian pada SDM, maka Patients First hanyalah slogan belaka. Itu yang Saya maksud saat mengatakan “I don’t believe in Patients First”.

Dalam kamus manajemen saya: Pegawai Pertama, Pasien Kedua dan Pemilik ketiga. Saat fokus membangun pada pegawai, kompetensinya, attitude-nya, kesejahteraannya (living wage), serta budayanya, maka nisacaya kepuasan pasien (bukan hanya keamanan pasien) akan tercapai dan pada gilirannya profit (atau surplus) akan tercapai.

*) Penulis: dr. Jack Pradono Handojo, M.B.A., M.H.A.
Direktur Utama RS Islam Jakarta Cempaka Putih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *