
MAKLUMAT — Eks Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Moh Mahfud MD, menilai draft terbaru revisi Undang-Undang (UU) TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Menurutnya, revisi atas UU 34/2004 itu tidak akan mengganggu desain politik yang menjadi cita-cita reformasi.
“Dwifungsi ABRI di zaman Orde Baru itu dulu, keputusan-keputusan politik penting hanya diambil oleh ABG (ABRI, birokrasi, dan Golkar),” kata Mahfud saat ditemui di Jalan Kramat, Senen, Jakarta Pusat pada Selasa (18/3/2025).
Pada masa Orde Baru, kata dia, dwifungsi ABRI memberikan peluang TNI dan Polri menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanpa masuk pemilu dengan porsi 22 persen. Kemudian, dwifungsi ABRI juga memungkinkan TNI dan Polri mengisi jabatan-jabatan eksekutif seperti gubernur, wali kota, dan bupati dengan sistem penunjukan tanpa pemilu.
Menurut dia, dalam draft terbaru revisi UU TNI tidak memiliki indikasi membuka peluang-peluang tersebut. Sebaliknya, draft terbaru revisi UU TNI memperjelas batas-batas sejauh mana TNI dapat menempati jabatan publik. “Sekarang ada penegasan kembali bahwa anggota TNI yang mau masuk ke Jabatan Sipil itu harus mengundurkan diri atau pensiun dini,” kata dia.
Penambahan Jabatan Sipil untuk Prajurit TNI
Meski ada penambahan kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh TNI, Mahfud menilai tidak akan berpengaruh secara signifikan. Sesuai dengan dokumen hasil pembahasan DPR dan pemerintah yang diperoleh, jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI diperluas, dari 10 kementerian/lembaga menjadi 14 kementerian/lembaga. Penambahan jabatan sipil tersebut tertuang dalam hasil revisi Pasal 47 UU TNI.
Pada ayat (1) pasal tersebut menyebutkan secara tegas jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI, sebagai berikut: lembaga sipil bagi prajurit sesuai dengan hasil pembahasan revisi Undang-Undang TNI meliputi bidang koordinator politik dan keamanan negara; pertahanan negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional; kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.
Selain itu, jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI meliputi intelijen negara; siber dan atau sandi negara; Lembaga Ketahanan Nasional; Search and Rescue (SAR) Nasional; pengelola perbatasan; kelautan dan perikanan; penanggulangan bencana; penanggulangan terorisme; keamanan laut; Kejaksaan; dan Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa prajurit TNI dapat menduduki jabatan di Kejaksaan Agung (Kejagung) karena dalam UU Kejaksaan terdapat pos jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Sehingga memungkinkan untuk dijabat oleh kalangan militer.
Latar belakang penambahan pos jabatan pengelola perbatasan, menurut Dasco, adalah karena adanya tugas dan fungsi yang beririsan antara TNI dengan jabatan terkait. “Ini yang kami masukkan, sehingga tidak ada pasal-pasal lain seperti yang banyak beredar di media sosial,” terang politisi Partai Gerindra itu.