Sebut Putusan MK Sudah Tepat, Perludem Nilai Partai Politik Diuntungkan Pemisahan Pemilu

Sebut Putusan MK Sudah Tepat, Perludem Nilai Partai Politik Diuntungkan Pemisahan Pemilu

MAKLUMAT — Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Iqbal Kholidin, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan lokal/daerah sudah tepat, bahkan disebut bakal menguntungkan partai politik (parpol).

Menurut Iqbal, putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan pelaksanaan Pemilu nasional di tahun 2029 dan penyelenggaraan Pemilu lokal/daerah paling cepat dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan setelahnya (2031) itu, bakal membawa manfaat dan dampak positif bagi kualitas demokrasi Indonesia.

Ia juga menandaskan, MK telah bertindak secara tepat dan tidak melampaui kewenangannya. Sebab, DPR—bersama Pemerintah—sebagai lembaga pembentuk Undang-Undang (UU) dinilai telah abai dan tidak melakukan perbaikan atau revisi terhadap UU Pemilu.

“Kemudian menjadi fakta bahwa pembentuk Undang-Undang belum melakukan perbaikan pasca 2019 itu, bahkan pascaputusan (Nomor) 55 (putusan 55/PUU-XX/2023) dari Mahkamah Konstitusi,” ujar Iqbal, dikutip dari siaran di kanal YouTube CNN Indonesia, Rabu (9/7/2025).

“Artinya MK di situ punya keharusan untuk memperbaiki ini dan karena DPR tidak melakukan perbaikan itu, tidak membahas itu secara serius,” sambungnya.

Pelajaran dari Pemilu Serentak 2019 dan 2024

Selain itu, ia berpendapat bahwa berdasarkan pelaksanaan model Pemilu serentak di tahun 2019 dan 2024, telah menunjukkan banyak kekurangan, termasuk angka suara tidak sah yang menurutnya mengalami peningkatan.

“Salah satu penguat kenapa putusan ini sangat layak untuk dikabulkan, ya karena kita melihat bahwa semenjak ada Pemilu serentak seperti di model 2019 dan 2024 angka tidak sahnya suara pemilih itu kan meningkat secara konsisten,” sorotnya.

Baca Juga  Dewan Pembina Perludem Prediksi Putusan MK Tak Sampai Diskualifikasi Calon

“Ya salah satu faktor utamanya karena pemilih jenuh, belum lagi isu-isu (lokal) yang tertimbun, dan sebagainya,” imbuh Iqbal.

Pemisahan Pemilu Untungkan Partai Politik

Lebih lanjut, putusan MK untuk memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu lokal/daerah tersebut dinilai Iqbal tak hanya menguntungkan pemilih, tetapi juga menguntungkan partai politik.

Ia menyebut, dengan adanya rentang waktu yang cukup, maka partai politik dapat melakukan persiapan dan kaderisasi yang lebih matang dalam menatap Pemilu lokal/daerah.

“Pemisahan antara Pemilu nasional dan daerah ini (malah) akan menguntungkan partai politik dalam menyiapkan kaderisasi,” kelakarnya.

Selain itu, isu-isu lokal/daerah yang selama Pemilu 2019 dan 2024 menurutnya kurang terdengar, bahkan tertutup oleh ingar-bingar politik dan kontestasi nasional, dengan adanya pemisahan maka isu-isu lokal bakal lebih terdengar dan tidak tertinggal.

Ia menilai bahwa putusan MK tersebut telah membuka ruang bagi proses politik yang lebih sehat, karena kontestasi di tingkat lokal tidak akan terseret dinamika politik nasional cenderung lebih dominan.

“Pemilih juga akan lebih fokus mengenal calon-calon di daerah karena tidak tertimbun isu-isu nasional,” tandas Iqbal.

Polemik Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Lokal

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (26/6/2025) lalu telah memutuskan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024, dengan memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu lokal/daerah. Putusan tersebut bakal berlaku mulai tahun 2029 mendatang, dimulai dengan Pemilu nasional.

Baca Juga  Mendesak, Muhammadiyah Perlu Membentuk Kantor Berita

Dalam amar putusannya, MK menetapkan bahwa Pemilu nasional mencakup pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, dan DPD RI, bakal dilaksanakan lebih dahulu, yakni pada tahun 2029.

Sementara itu, Pemilu lokal/daerah yang mencakup pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Wali Kota/Wakil Wali Kota, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota, bakal digelar secepatnya dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan setelahnya.

Putusan tersebut menuai beragam respon dari berbagai kalangan, baik dari masyarakat umum, kelompok akademisi, pengamat politik, hingga para pejabat publik dan elit-elit partai politik.

Sejumlah elit partai politik hingga beberapa anggota DPR RI, menyebut putusan MK tersebut telah melampaui kewenangannya, dan seolah telah memasuki ranah sebagai pembentuk UU.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengaku masih mendalami dan mempelajari putusan MK tersebut.

*) Penulis: Edi Aufklarung / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *