
MAKLUMAT – Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Gresik, Suprapto, menyoroti lambannya upaya normalisasi Kali Lamong yang dinilai belum menunjukkan perkembangan signifikan. Program yang telah dicanangkan sejak tahun lalu itu, menurutnya, masih menemui kendala, terutama dalam pembebasan lahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Gresik.
“Normalisasi sampai sekarang masih belum selesai. Kita ini menghadapi banjir berulang kali, tapi progresnya tidak kunjung terlihat,” ujar Suprapto dalam pernyataan tertulis yang diterima Maklumat.ID, Sabtu (1/3/2025).
Banjir di wilayah Gresik Selatan telah terjadi dua kali sejak awal tahun 2025, terutama di kecamatan Balongpanggang, Benjeng, Cerme, dan Driyorejo. Kondisi ini menyebabkan aktivitas warga terganggu, baik dari segi ekonomi maupun mobilitas harian mereka. Suprapto menegaskan bahwa pemerintah daerah seharusnya lebih serius dalam menangani persoalan ini.
“Maksud saya, jangan main-main dengan masalah banjir. Kalau memang serius, siapkan segalanya sejak awal agar tidak berlarut-larut,” tambahnya.
Rekomendasi Studi ITS
Penanganan banjir akibat luapan Kali Lamong sudah banyak diteliti mahasiswa dalam beberapa tahun terakhir. Artinya, solusi pengendalian banjir sebenarnya sudah ada tinggal dilakukan eksekusi di tingkat pengambilan keputusan.
Dikutip dari tugas akhir mahasiswa Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tentang pengendalian banjir Kali Lamong pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa sungai tersebut memiliki kapasitas yang belum memadai dalam menampung debit air saat musim hujan.
Kali Lamong sendiri berada di bawah pengelolaan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo dan melintasi beberapa daerah, yakni Kabupaten Lamongan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, dan Kota Surabaya.
Hasil analisis hidrologi yang dilakukan dalam studi tersebut menunjukkan bahwa curah hujan harian di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Lamong mencapai 120,22 mm, dengan debit banjir berulang setiap 25 tahun yang tidak dapat dialirkan sepenuhnya oleh sungai tersebut. Sejumlah alternatif pengendalian banjir telah dirancang dalam penelitian ini, mulai dari normalisasi hingga penambahan tanggul.
Dari empat alternatif yang diuji, solusi terbaik adalah peninggian tanggul hingga lima meter pada titik KM 4,6. Selain itu, normalisasi dasar sungai dengan pelebaran bertahap di berbagai titik juga menjadi langkah yang direkomendasikan, yakni:
- 20 meter pada KM 38 – KM 22,9
- 25 meter pada KM 22,8 – KM 18,8
- 30 meter pada KM 18,7 – KM 10,2
- 35 meter pada KM 10,1 – KM 1,9
- 40 meter pada KM 1,8 – KM 0
Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan penerapan solusi ini, 364 titik rawan banjir di sepanjang Kali Lamong dapat diminimalisasi secara signifikan. Meski demikian, tanggul dengan tinggi 1 – 3 meter dinilai belum cukup untuk menanggulangi banjir secara menyeluruh, sehingga peninggian hingga lima meter menjadi kebutuhan mendesak.
Mendesak Aksi Nyata
Suprapto meminta Pemkab Gresik agar segera mengambil langkah nyata untuk menekan dampak banjir Kali Lamong. Ia mengingatkan bahwa selain merugikan warga secara ekonomi, banjir juga berdampak terhadap infrastruktur transportasi di Gresik yang menjadi salah satu pusat industri di Jawa Timur.
“Banjir di Kali Lamong ini bukan hal baru. Mestinya, dengan adanya data dan kajian akademik yang jelas, pemerintah bisa lebih cepat bertindak,” tegasnya.
Suprapto juga menekankan pentingnya pengerukan Kali Lamong dilakukan pada musim kemarau agar dampaknya lebih optimal saat musim hujan tiba. Selain itu, ia mendorong adanya kajian lebih lanjut tentang struktur tanggul agar mampu menahan debit air secara efektif dan aman dari potensi longsor.
Dari sisi kebijakan, ia berharap ada koordinasi lebih erat antara Pemkab Gresik, BBWS Bengawan Solo, dan pemerintah pusat guna memastikan proyek normalisasi berjalan sesuai rencana tanpa kendala birokrasi yang berkepanjangan. “Yang dibutuhkan bukan hanya janji, tapi aksi konkret,” pungkasnya.