SEKRETARIS Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti turut merespon konflik penggusuran warga untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-city. Penggusuran warga itu terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Pria yang akrab disapa Abe Mukti itu mengimbau, kepada semua pihak agar meredam potensi konflik dan mendinginkan suasana. Hal itu agar permasalahan yang terjadi tidak semakin liar, dan kemudian justru akan menyebabkan situasi semakin tidak terkendali.
“Masalah Rempang seharusnya bisa diselesaikan dengan tenang, hati dan pikiran yang lapang. Seharusnya masalah bisa diselesaikan dengan musyawarah. Dicari jalan tengah yang paling maslahah. Bukan menang atau kalah,” tulisnya di akun sosial media X yang dilihat, Selasa (19/9/2023).
Menurut Abe Mukti, situasi yang tenang dan kondusif sangat diperlukan, terlebih pada momentum-momentum menjelang Pemilu dan tahun politik yang sangat menentukan bagi masa depan bangsa.
Lebih lanjut, Abe Mukti meminta para politisi dan wakil rakyat untuk bersuara, bukan malah seolah-olah diam seribu bahasa. Karena itu sesuai kewenangan para pejabat publik. Sudah seharusnya DPR bisa memanggil Kapolri dan Menteri yang terkait untuk memberikan klarifikasi.
“Janganlah rakyat terus diadu dengan aparat. Pembangunan harus berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat,” pesan Abe Mukti.
Untuk diketahui, konflik penggusuran di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau sendiri meletus ketika aksi penolakan yang dilakukan oleh warga setempat mendapatkan represi dari aparat.
Ribuan warga Rempang, terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya karena rencana pembangunan PSN Rempang Eco-city. Padahal, masyarakat adat telah tinggal di kawasan itu berpuluh-puluh tahun yang lalu, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka di tahun 1945.
PSN Rempang Eco-city dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), dengan cakupan pemanfaatan lahan hingga seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang (16 hektare) untuk proyek tersebut.
Masyarakat yang menolak untuk direlokasi secara sepihak pun bertahan hingga akhirnya terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat pada 7 dan 11 September 2023, bahkan gesekan konflik antara warga dengan aparat itu tak kunjung usai hingga hari ini.(*)
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto