Soroti Batalion Teritorial Pembangunan, Pakar Hukum: Kita Punya Pengalaman Buruk Orba

Soroti Batalion Teritorial Pembangunan, Pakar Hukum: Kita Punya Pengalaman Buruk Orba

MAKLUMAT — Pakar Hukum dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Rifqi Ridlo Phahlevy SH MH, menyoroti rencana TNI Angkatan Darat (AD) yang berencana membentuk Batalion Teritorial Pembangunan, dengan merekrut hingga sebanyak 24 ribu tamtama.

Menurut Rifqi, pembentukan batalion tersebut dalam konteks ideal sebenarnya sangat baik. Sebab, kata dia, dimaksudkan untuk dapat mendorong percepatan program ketahanan pangan, pembangunan, serta kemandian ekonomi daerah dan nasional.

“Hal itu tidak lepas dari karakter militer yang terbiasa dan terlatih dengan sistem komando, sehingga akan memudahkan proses organisasi program dari atasan (pusat) ke bawahan (level teknis),” ujarnya kepada Maklumat.ID, Sabtu (21/6/2025).

Ia menyebut, nyaris tidak ada potensi penolakan dan protes terhadap suatu program pada tataran strategis dan teknis oleh bawahan di dalam struktur militer, sebab sistem komando. “Dengan demikian setiap program akan dapat dieksekusi secara lebih cepat dan taktis,” tandasnya.

Pengalaman Buruk Masuknya Militer di Ranah Sipil

Pakar Hukum Umsida, Dr Rifqi Ridlo Phahlevy. (Foto: Humas Umsida)
Pakar Hukum Umsida, Dr Rifqi Ridlo Phahlevy. (Foto: Humas Umsida)

Meski begitu, Rifqi mengungkapkan bahwa Bangsa Indonesia pernah mengalami pengalaman dan masa-masa buruk terkait program-program yang dijalankan militer di ranah-ranah sipil, terutama di era Orde Baru (Orba) pemerintahan Presiden Soeharto.

“Permasalahannya, kita pernah mengalami pengalaman buruk dengan program militerisasi yg pernah berjalan di era Soeharto (Orba),” kata dosen Program Studi (Prodi) Hukum Umsida itu.

Pelibatan militer dalam ruang sipil, terang Rifqi, pada realitasnya meninggalkan problem penyeragaman dan pembelengguan kreatifitas dan nalar kritis publik. Praktik-praktik pengekangan dan pengendalian aktivitas dan aspirasi publik atas nama pembangunan yang pernah terjadi pada era Orba juga akan berpotensi terjadi pada masa yang akan datang.

“Terlebih Menteri Pertahanan (Menhan) menegaskan fungsi utama batalyon itu nantinya adalah untuk ‘mengamankan’ program pembangunan dan ekonomi nasional, satu kata yang mengandung memori buruk terkait represi di era Orde Baru,” terang pria yang juga menjabat di Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu.

Baca Juga  IMM Kini Punya Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Menurut Rifqi, karakter komando militer yang bersifat top-down tidak sesuai untuk diaplikasikan pada program-program yang beririsan dengan ranah sipil.

Namun, lanjutnya, jika pemerintah bersikeras untuk tetap membentuk Batalion Teritorial Pembangunan tersebut, maka harus ada dan diiringi oleh peraturan dan pengaturan yang proses dan substansinya bersifat responsif dan partisipatif, dengan mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat sipil.

Batalion Teritorial Pembangunan Bajal Jadi Beban Anggaran

Lebih lanjut, Rifqi juga menyoroti soal rencana anggaran untuk pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan tersebut. Menurutnya, pemerintah harus benar-benar secara cermat mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional.

Rencana rekrutmen hingga sebanyak 24.000 tamtama untuk mengisi pos Batalion Teritorial Pembangunan itu, menurut dia, bakal menambah beban anggaran negara.

“Rekrutmen 24.000 tentara tamtama itu tentunya akan menambah beban anggaran negara yg saat ini sudah ‘cekak’ dan tercekik oleh utang dan pelemahan ekonomi global,” sorotnya.

Rekrutmen itu, kata Rifqi, hanya akan menambah daftar inkonsistensi pemerintahan Prabowo, yang menegaskan perlunya efisiensi anggaran dan efektifitas kerja.

“Masih riuh kritik atas penambahan jumlah menteri dan aparat pemerintahan yang berujung struktur kelembagaan yang kian gemuk, proyek MBG (Makan Bergizi Gratis) yang memakan porsi APBN yang besar tapi minim dampak bagi UMKM di daerah, rekrutmen ini nantinya akan makin menimbulkan tanya dan sentimen negatif pada nalar bernegara pemerintahan Prabowo,” tandasnya.

Lebih Baik Fungsikan ASN yang ‘Kurang Kerjaan’

Rifqi menyarankan sebaiknya pemerintah melakkukan kajian ulang terkait kemungkinan refocusing anggaran dan pemberdayaan ASN yang ada untuk melaksanakan program-program prioritas yang sudah ditetapkan oleh presiden, daripada membentuk Batalion Teritorial Pembangunan.

Baca Juga  Tentang Uji Klinis Vaksin TBC M72 dan Komitmen Umsida Atasi Tuberkulosis

Menurutnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) harus bisa dan mampu memetakan jumlah pegawai di kementerian, lembaga, dan dinas-dinas terkait, yang mungkin bisa dialihkan untuk menjalankan fungsi pembangunan tersebut.

“Kebijakan MenPan RB terkait WFA (Work from Anywhere) menandakan adanya problem inefisiensi dan inefektivitas dalam skema kerja ASN di lembaga dan kedinasan. MenPan RB harusnya bisa memetakan berapa jumlah pegawai yang kapasitasnya bisa dialihkan untuk program prioritas karena dinas atau lembaganya tidak sepenuhnya membutuhkannya,” jelasnya.

“Dari pada merekrut tentara baru yg ujungnya membebani keuangan negara, manfaatkan saja ASN yang ‘kurang kerjaan’ saat ini untuk menjalankan fungsi batalyon itu, jika memang arahnya untuk percepatan program pembangunan dan ketahanan ekonomi,” sambung Rifqi.

Potensi Mengembalikan Dwifungsi ABRI/TNI

Lebih jauh, Rifqi juga menyampaikan kekhawatiran jika orientasi pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan sebagaimana yang disampaikan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, bakal berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI/TNI seperti masa Orde Baru silam.

“Pembentukan dan penggunaan batalion jika orientasinya sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pertahanan, maka ketakutan akan dwifungsi ABRI yang represif layaknya Orde Baru bisa benar-benar terwujud,” kata pria yang juga Ketua Lembaga Kantor Badan Hukum (LKBH) Umsida itu.

Hal tersebut, lanjut Rifqi, bakal semakin memperparah dwifungsi yang menurutnya telah terjadi secara ‘sirri‘ alias rahasia atau tidak resmi, yang sudah mulai tampak dalam praktik tata kelola pemerintahan Indonesia belakangan ini.

“Hal ini tanpa menutup mata atas realitas dwifungsi yang secara ‘sirri‘ Sejatinya sudah berjalan di Indonesia. Selama ini dengan batasan dwifungsi kita masih resah dengan kata ‘bekingan tentara, bekingan polisi’ yang digunakan oknum dalam mengamankan proyek dan usahanya,” ungkapnya.

Baca Juga  Arab Saudi Tak Terbitkan Visa Haji Furoda, Dosen Umsida: Pahami Skema Haji

Menurut dia, realisasi pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan tersebut lebih banyak mengandung mudharat atau dampak buruknya, dibandingkan dampak positif atau dampak baiknya.

“Untuk masyarakat Indonesia yang masih feodalistik, praktik dwifungsi akan lebih banyak membawa dampak mudhorotnya dibanding manfaatnya. Pola hubungan patron klien yang selama ini coba kita kikis terancam akan menebal kembali, dan itu berbahaya bagi masa depan demokrasi kita,” pungkas Rifqi.

Rencana Pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan

Sebelumnya, TNI AD melalui Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Brigjen Wahyu Yudhayana, mengungkapkan rencana perekrutan 24 ribu tamtama, yang disiapkan bukan sebagai pasukan tempur, tetapi mengisi pos Batalion Teritorial Pembangunan, yang akan menjadi pasukan ketahanan pangan hingga pelayan kesehatan.

Rencana tersebut sebelumnya juga sempat disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Sjafrie Sjamsoeddin ketika menghadiri Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I DPR RI pada November 2024 lalu.

Kala itu, Sjafrie mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan pembentukan Batalion Teritorial Pembangunan, dengan target 100 batalion yang akan mulai berjalan pada 2025. Ia menyebut, tujuan dibentuknya batalion tersebut dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas keamanan dan mendukung kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, Sjafrie juga mengungkapkan bahwa batalion tersebut juga akan dilengkapi sejumlah kompi, termasuk kompi peternakan, perikanan, pertanian, hingga kesehatan.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *